Selasa, 04 Januari 2011

TIM AMATIR

Ada hal yang membuat ku begitu menyukai sepak bola, saat kecil aku sempat bercita-cita ingin menjadi pemain bola profesional. Tapi bagi ku itu adaah termustahil yang takkan pernah terjadi. Hasrat ku untuk bermain sepak bola saat itu muncul ketika aku masih berumur 7 Tahun. Aku sering bermain sepak bola bersama teman-teman sebayaku pada sebidang lapangan bekas kebun timun. Kami bermain tanpa sepatu bola pada lapangan yang cukup luas, meski pun luasnya tidak memenuhi standar kelayakan sebuah lapangan. Kami sering bermain pada waktu pagi dan petang. Lapangan itu cukup dari rumah kami, jadi kami pun dengan semangatnya bermain sepak bola setiap hari.

Kami adalah tim muda amatir yang belum tahu dengan tekhnik dan taktik dalam bermain sepak bola. Meski pun ada beberapa anak diantara kami yang masuk SSB(Sekolah Sepak Bola). Dari hal itulah aku ingin belajar lebih jauh tentang sepak bola. Aku sempat meminta izin pada nenek ku agar aku bisa masuk SSB. Tapi nenek menolak permintaan ku. Segala sesuatunya aku memang selalu memohon izin kepada nenek. Karena aku sudah tak lagi tinggal bersama kedua orang tua ku sejak aku berumur 3 tahun. Aku tak bisa menerima keputusan nenek. Aku sedih. Dan sejak itu pun aku tak lagi diperbolehkan bermain sepak bola bersama teman-teman ku.

Hal yang semakin membuat aku sedih adalah ketika diadakannya kompetisi anatar Rt untuk usia di bawah 9 tahun. Temen-teman ku mewakili untuk Rt 001/002. Semua teman-teman ku bermain dengan semangatnya tapi aku hanya memberikan dukungan pada mereka di pinggir lapangan. Dan sayangnya, tim perwakilan Rt kami harus gugur di perempat final.

Ambisi ku untuk bisa bermain sepak bola semakin menjadi. Untuk kedua kalinya aku memohon izin kepada nenek ku untuk membiayai ku bila aku diperbolehkan untuk mengecap pendidikan di SSB. Tapi jawaban yang sama pun yang masih aku dengar, nenek kembali menolak sambil memarahi ku. Dan aku pun menangis waktu itu, tapi nenek tak mempedulikan air mata dan niat terbesar ku untuk dapat belajar di SSB. Dan ambisi ku pun aku pendam untuk sementara.

Selang beberapa tahun ketiuka aku telah masuk kerja, teman-teman ku dipromosikan ke tim divisi 2 Persita Tangerang, tapi diantara mereka tidak ada yang bertahan lama karena ada beberapa hal yang membuat mereka keluar dari tim. Dan kabar tentang teman-teman ku ini juga memanggil kembali ambisi ku yang beberapa tahun lalu sempat ditenggelamkan oleh keegoisan nenek. Aku memutuskan untuk belajar bermain sepak bola meski tanpa masuk SSB. Aku bermain dengan tim amatir Retak United yang keberadaan tim ini tidaklah jauh dari rumah ku.

Sepatu bola pertama yang aku beli adalah "Nobleman" dengan harga saat itu Rp. 120.000,- yang aku beli dari separuh uang gaji ku. Aku menyempatkan membeli sepatu bola hanya untuk merealisasikan mimpi ku dari aku kecil, yaitu "Aku ingin bisa dan terbiasa bermain sepak bola".

Sehabis aku pulang kerja aku menyempatkan untuk bermain sepak bola bersama tim Retak United. Tim ini membiasakan latih tanding keluar desa kami, tepatnya di desa pinggir pantai Tangerang Utara. Seandainya kebun timun yang dulu tempat biasa aku bermain sepak bola tidak dijadikan tambak ikan, mungkin kami lebih memilih lapangan tersebut dan tidak perlu jauh-jauh tandang ke desa sebelah.

Selain bermain sepak bola di Retak United, aku pun ikut bergabung dengan tim sepak bola di tempat ku bekerja, namanya PVC FC. Dengan bakat yang pas-pasan dan ambisi besar ku aku tanpa malu ikut bergabung. Meski hanya jadi pemain cadangan tapi aku begitu banyak mendapat ilmu tentang sepak bola di PVC FC. Aku jadi lebih tahu tentang tekhnik dan taktik bermain sepak bola. Tiap Minggu pagi pun aku selalu hadir untuk ikut berlatih. Awalnya aku ragu dengan kemampuan ku, tapi setelah aku tahu ternyata ada yang lebih tidak tahu bermain sepak bola dari pada aku. Aku cukup puas dengan kegiatan ku saat itu, dengan bisa bergabung di Retak United dan PVC FC. Meski sering menguras tenaga dan menyita waktu ku, tapi aku sering mendapat nilai lebih dari itu semua.

Saat bermain sepak bola, aku lebih suka pada full-back kiri atau full-back kanan. Aku pun sering beradu sprint, berduel di udara dengan para striker lawan yang tentu lebih mahir dari ku. Tapi aku puas dengan hal tersebut, karena itu begitu menantang untuk ku.

Aku adalah pebola amatir yang masih perlu banyak belajar dari orang lain. Maka aku pun membiasakan diri untuk menonton pertandingan sepak bola meski pun hanya melalui pesawat televisi. Acara sport yang paling aku sukai adalah English Primer League dan Europa Champions League. Dan klub eropa yang paling aku gemari adalah Chelsea.

Dari sepak bola aku jadi lebih tahu tentang sifat dan kepribadian ku. Aku lebih mudah terpengaruh dengan keadaan, aku begitu peka dan emosional. Tapi karena sepak bola aku jadi lebih bisa mengontrol diri.

Ketika kontrak kerjaku berakhir dan Retak United telah pasif, ambisiku untuk bermain sepak bola pun tak pernah padam. Akupun memutuskan untuk bergabung dengan Benteng Satria. Tim ini berisi pemain jebolan SSB yang dulu sempat aku idam-idamkan. Tiap Kamis, Jum'at, Sabtu dan Minggu pada jam 4 sore aku berlatih tanding dengan para pemain Benteng Satria. Fisik mereka cukup kuat dan lari mereka pun cukup cepat serta dihiasi oleh umpan-umpan yang indah. Sulit buat ku untuk dapat menyamai skill mereka. Tapi tak pernah menyerah, aku membiasakan lari pagi sehabis shalat Shubuh, dan aku pun membiasakan skipping setelah berlari. Hal inipun masih aku lakukan setiap pagi. Aku seperti menyiksa diri ku sendiri. Tapi bagi ku ini adalah sebuah prinsip." Aku hanya ingin bisa dan terbiasa bermain sepak bola". Meski hanya bermain di tim-B, tapi menurut ku ini adalah anugerah terindah dari Tuhan yang Maha Penyayang.

Tak penting bagi ku saat ini untuk bisa menjadi pemain bola profesional karena itu adalah hal yang mustahil untuk orang seperti ku. Tapi yang terpenting untuk ku adalah kebahagiaan ku di dalam lapangan dan di luar lapangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar