Selasa, 04 Januari 2011

RUMAHKU NERAKAKU

Jika semua orang mempercayai tentang istilah "rumahku adalah syurgaku", tapi bagiku hal itu adalah dusta belaka. Bagi ku rumah ku terasa seperti neraka ku. Aku berbicara jujur dan seadanya. Aku seperti tawanan yang dipenjara seumur hidup karena segala yang aku lakukan selalu dibatasi.

Kedua orang tua ku telah bercerai ketika aku masih berumur 3 tahun. Ibu ku adalah seorang TKW dan menjadi pramuwisma disebuah negara di Timur Tengah. Ayah ku hanya seorang petani yang telah menikah lagi dengan wanita pilihannya. Sedangkan aku tinggal bersama paman-bibiku juga dengan seorang nenek tua yang memiliki watak keras kepala, egois dan tempramental.

Hidup ku begitu pahit untuk dijalani. Aku adalah anak semata wayang yang jarang mendapat perhatian, kasih sayang dan cinta dari kedua orang tua ku. Hari-hari ku hanya dikelilingi oleh amarah, kebencian dan ketakutan. Terlalu banyak tangis daripada tawa yang terbahak. Begitu kerasnya kehidupan yang aku dapatkan jika ada di dalam rumah.

Seharusnya ibu berada di sisi ku saat ini, memberikan kasih sayangnya secara langsung kepada ku, dan juga ayah yang seharusnya ada menemani ku setiap hari untuk ku dengan memberikan aku petuah atau pesan moral untuk ku agar aku bisa jalani hidup dengan kuat dan tidak menjadi pria lemah seperti sekarang.

Nenek ku adalah orang yang kerap kali menyiksa hati dan perasaan ku dan karena beliaulah penyebab dari perceraian orang tua ku. Beliau terlalu arogan terhadap anak-anaknya, termasuk aku, cucunya. Sedangkan paman-bibiku adalah 2 pribadi yang tak tahu diri dan rasa terima kasih. Padahal mereka hanyalah benalu di rumah kami.

Paman ku adalah orang yang paling tega pada ku dan ibu ku. Hal ini terbukti ketika beberapa tahun yang lalu saat ibu mengirimkan uang untuk kebutuhan ku. Ibu mengirimkannya pada paman karena lebih mengerti cara mengambil uang kiriman dari luar negri di bank. Karena saat itu yang ku pikirkan hanya sekolah jadi aku belum mengerti dengan hal tersebut. Uang yang ibu kirimkan itu lumayan besar, tapi diam-diam paman memakainya tanpa sepengetahuan ibu, aku, dan nenek ku. Dan paman pun berdalih bahwa uang yang ibu kirimkan adalah sekian Rupiah. Tapi aku dan nenek mempercayai itu, padahal yang ibu kirimkan 2x lipat dari yang paman ucapkan. Paman membohongi aku dan nenek ku. Dan paman pun sering melakukan hal yang sama setiap ibu mengirimkan uang. Sebuah kelakuan yang tidak terpuji dengan selalu menggerogoti hak yang seharusnya aku dapatkan.

Karena merasa cukup dengan uang yang paman miliki, paman pun membelikannya pada sebidang tanah dan menjadikannya sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah nenek. Nenek merasa bingung, darimana uang yang paman dapatkan sedangkan paman hanya bekerja sebagai tukang sablon yang berpenghasilan tidak terlalu besar. Nenek pun sempat mempertanyakannya, tapi paman menjawab bahwa uang yang paman miliki adalah tabungan dari hasil bekerja. Nenek pun mempercayainya meski pun telah dibohongi oleh paman.

Keganjilan ini pun terungkap ketika ibu kembali pulang ke Indonesia. Ibu ku mengetahui bahwa separuh dari jumlah uang yang ibu kirimkan dipakai paman untuk membangun rumah, padahal uang itu dikirimkan untuk membiayai sekolah ku dan untuk makan sehari-hari. Ibu ku menangis dan memarahi paman yang tak tahu malu karena telah memakai uang tanpa sepengetahuan ibu. Paman pun berjanji untuk mengembalikan jumlah uang yang telah paman pakai. Dengan keadaan yang sudah terlanjur, ibu pun memegang janji paman.Paman adalah anak paling tua jadi ibupun dengan mudahnya memaafkan kesalahan paman meskipun kesal pada perlakuan paman.

Dengan uang yang ibu punya, Ibu merenovasi rumah nenek yang saat itu masih menggunakan dinding dari anyaman bambu yang di buat oleh almarhum kakek ku. Ibu menjadikan rumah nenek lebih megah dari rumah paman. Dengan pekarangan yang lebih luas dan jumlah kamar yang lebih banyak. Aku pun cukup nyaman dan betah tinggal di rumah baru ku. Tapi kebahagiaan ku membuat iri hati paman. Paman menjual rumahnya dengan beberapa alasan yang kurang masuk akal.

Ketika ibu telah tidak tinggal lagi bersama kami dan ibu pun memutuskan untuk kembali mencari uang dengan kembali menjadi TKW. Ada kesempatan besar buat paman dengan ketidakhadirannya ibu di rumah. Ketika paman telah resmi menjual rumahnya, paman beserta keluarganya kembali mengisi kamar kosong di rumah kami. Seandainya ibu masih ada di rumah mungkin hal ini tidak aka pernah terjadi. Tapi patut di sayangkan, ibu hanya tinggal 2 tahun bersama ku di Indonesia. Awalnya mereka hanya tinggal untuk sementara tapi sudah lebih dari 7 tahun mereka menepati rumah kami. Aku merasa muak pada mereka. Kebebasanku hilang dengan adanya mereka. Akupun sering menyarankan kepada nenek untuk menyuruh paman menyuruh paman membeli rumah karena yang aku tahu mereka pasti masih memiliki uang yang mereka dapat dari hasil menjual rumah. Tapi ucapan nenek pun tak pernah paman dengar, paman bersikeras untuk tetap tinggal di rumah kami.

Penderitaan ku kembali bertambah oleh sifat tamak dan serakah dari bibi ku, istri paman. Menurutku mereka adalah dua sejoli yang sangat cocok, karena sama-sama memiliki sifat yang merugikan orang lain. Bibi ku mulai menguasai hal-hal kecil dalam rumah, termasuk barang-barang elektronik yang dibeli oleh ibu. Bahkan ketika aku ingin menonton televisi saja aku harus bertamu ke rumah tetangga ku. Subhanallah. Dan yang lebih parah lagi, kami tidak makan pada satu meja makan yang sama. Kami dan mereka seperti hidup bertetangga tapi masih dalam satu atap. Seharusnya mereka sadar , bahwa mereka hanya menumpang di rumah kami, tapi mereka tak tahu malu.

Astagfirullahaladziem.....

Banyak hal yang aku dapat dari sifat keegoisan nenek, ketamakan dan keserakahan paman-bibiku. Aku jadi lebih tahu bahwa hidup hanya bisa dilalui dengan tenang dan bersabar. Karena aku tahu, Tuhan menyayangi hamba-hambanya yang bersabar.

Saat ini mungkin Tuhan sedang menguji hati ku dengan menjadikan rumah yang aku tempati sebagai neraka ku di dunia. Dan mudah-mudahan Tuhan membalasnya dengan memberikan ku istana yang megah di syurga yang tidak ditinggali oleh orang tamak dan serakah.

Alhamdulillahirabbilalamin..........

1 komentar:

  1. Yang sabar ya Kang, kalau udah keterlaluan seperti itu lebih baik mulai pasang badan, kalau omongan tidak bisa maka fisiklah yang maju. Semangat ya Kang, kalau saya juga ada masalah dengan keluarga saya. Ibu saya selalu mengomeli apa yang saya lakukan, jika beliau menyuruh saya melakukan sesuatu dan saya kerjakan pasti ada saja kritik yang melayang dan menusuk dalam. Karena ayah saya juga sudah tidak ada dan saya tidak mau melukai hati ibu saya. Saya jadinya bahan pelampiasan verbal untuk keluarga saya. Karena juga saya anak menengah dari 3 bersaudara.. Kakak saya perempuan yang tidak tahu diri Kang, adik saya masih keci kasihan dia juga sering kena marah Ibu.. Akhir-akhir ini sering dapat masalah di rumah, sama dengan akang.. Saya di rumah merasa di neraka, saya tidak suka pula dengan kelakuan pengecut ibu saya, pada keluarga sendiri saja ngomong blakblakan dan merasa paling benar kalau sama orang lain manis di depan tapi onek-onek di belakang.. Belum lagi kalau beliau salah selalu saja menyebut nama Tuhan, bukannya tidak suka atau gimana, saya jengkel saja beliau sudah rajin sembahyang tapi hasilnya nihil.. Saya merasa dibuang dari rumah Tuhan kang. Kalau liburan udah serasa di penjara sama kaya Akang

    BalasHapus