Sabtu, 23 November 2013

JALAN KWITANG KINI SUDAH BEBAS PEDAGANG BUKU

Kecamatan : Senen
Kelurahan : Kwitang
Kegiatan : Penataan K-5

Berlokasi di kawasan Segi Tiga Emas Senen, keberadaan PKL Buku Bekas di Jalan Kwitang, sudah lama membuat gerah Pemerintah Kota Jakarta Pusat. Pasalnya, PKL tidak saja menguasai trotoar yang menjadi milik pejalan kaki. Tapi sudah berani menggelar buku-buku dagangan mereka ke tengah jalan.

Muara Jalan Kwitang tersumpal. Akibatnya berantai, kemacetan tidak saja terjadi di Kwitang. Melainkan sampai jauh ke Jalan Kramat Raya dan bahkan Salemba. Keadaan itu tidak bisa dibiarkan terus. Kepentingan publik jadi terganggu, kata Sylviana Murni, Walikota Jakarta Pusat.

Kepada Hidayatullah, Camat Senen dan Muchlis, Lurah Kwitang, Sylvi kemudian meminta kedua pejabat itu berkoordinasi dengan Kasudin Tramtib Jakarta Pusat untuk melakukan penertiban. Instruksi Sylvi, seperti yang kemudian diungkapkan Hidayatullah kepada Pelita, sangat jelas, penertiban harus tuntas.

Apa artinya?. Maksudnya, setelah dilakukan penertiban, PKL buku tidak boleh lagi kembali berjualan di tempat itu, kata Hidayat.

Selama belasan tahun ini, PKL buku Kwitang sudah berulangkali ditertibkan. Tapi setiap kali selesai penertiban, setiap kali pula PKL kembali. Sylvi bisa memahami hal itu karena bursa buku bekas Kwitang sudah terlanjur kondang. Banyak pelajar dan mahasiswa merasa terbantu karena mudah mencari buku di situ. Namun Sylvi jadi gusar karena selain aktivitas PKL itu sudah sangat mengganggu kelancaran lalu lintas, juga dia menemukan fakta, banyak buku baru yang dijual di situ. Sumbernya dari toko-toko buku. Bahkan ada yang didrop langsung dari percetakan.

Fakta itu membuktikan bahwa PKL buku di Kwitang bukan PKL biasa. Paling tidak, lokasi itu sudah dimanfaatkan oleh oknum-oknum pedagang yang secara finansial sebenarnya mampu membeli atau menyewa toko. Sylvi pun menjatuhkan vonis : gusur!

Itulah yang dilakukan Hidayat dan Muhlis. Dengan dukungan penuh dari walikota yang menurunkan lebih dari 300 petugas Tramtib, seratusan PKL Buku Kwitang diminta angkat kaki. Sebelum tindakan penataan, dengan arahan dari camat, kami sudah melakukan sosialisasi sesuai dengan prosedur yang berlaku, kata Muhlis.

Dari catatan Muhlis, ada 130 lapak PKL buku yang menggelar dagangan di Jalan Kwitang itu. Dari jumlah tersebut, 80 diantaranya memilih pindah ke lantai IV Proyek Senen dan 50 lainnya ke JaCC Kebon Melati, Tanah Abang.

Ini sesuai dengan arahan walikota yang menginginkan PKL buku itu ditempatkan di Pusat Perdagangan. Pilihan lokasi tersebut tidak lain adalah untuk membantu para PKL berada di lokasi yang mudah didatangi konsumen. Sekarang Jalan Kwitang sudah bebas PKL buku, kata Hidayat, sang camat.

Keterangan Hidayat terkesan terlambat. Bukankah tindakan penertiban sudah terjadi sejak September lalu?. Benar. Kalau penegasannya baru sekarang saya kemukakan, karena penertiban di Kwitang sudah bisa saya katakan tuntas. Tidak ada lagi PKL yang kembali. Petugas juga telah kami tarik, meski lokasi eks PKL itu terus kami pantau, katanya.

Selama ini, PKL memang selalu kembali. Agar tidak kembali, Pemerintah Kota Jakarta Pusat memantek puluhan petugas tramtib paska penertiban di lokasi yang telah dibebaskan.. Tidak dalam hitungan hari atau minggu. Tapi berbulan-bulan. Warga Kwitang juga memberikan dukungan, antaralain, dengan memasang spanduk yang berisi pernyataan terimakasih kepada walikota yang telah membebaskan Jalan Kwitang dari aktivitas PKL.

Karena terus menerus diawasi tramtib, beberapa pedagang yang awalnya main kucing-kucingan dengan petugas, akhirnya merasa rugi sendiri tidak bisa berjualan. Satu per satu dari mereka akhirnya bersedia menempati Lantai IV Proyek Senen dan JaCC Kebon Melati.
Kepada Pelita, Syafri menegaskan bahwa dia dan sejumlah temannya sudah bisa menerima kebijakan walikota yang merelokasi mereka ke Senen. Hanya saja, Syafri meminta kebijakan penataan tidak hanya dialamatkan pada para PKL Buku Kwitang. Tapi juga pada para PKL Buku di Terminal Senen. Syafri menilai, keberadaan PKL Buku di Terminal menjadi salah satu sebab pembeli enggan naik ke lantai IV. Tolong hal ini disampaikan juga ke walikota, kata Syafri yang diikuti anggukan kepala oleh teman-temannya.

Selain mempermasalahkan PKL Buku di Terminal, para PKL di lantai IV itu juga meminta Pemerintah Kota Jakarta Pusat mempromosikan keberadaan mereka di lantai IV. Misalnya membantu memasang spanduk yang lebih banyak yang isinya mewartakan perdagangan buku di Kwitang pindah ke lantai IV Pusat Perdagangan Senen.

Sylviana Murni, Walikota Jakarta Pusat, merespon secara positif harapan Syafri cs. Menurut Sylvi, penataan di Senen tidak hanya berhenti pada penataan PKL Buku di Kwitang atau PKL makanan dan minuman di Jalan Diponegoro dan Salemba. Tapi akan dilakukan menyeluruh.
Tentang PKL Buku di Terminal, itu nanti akan kita koordinasikan dengan pihak pengelola terminal. Itu sudah saya agendakan. Kajian akan dilakukan secara menyeluruh dan tentu tidak hanya PKL Buku, kata Sylvi.

Dibanding di Kwitang, di sini (Senen) masih sepi. Tapi mudahan keadaan ini (sepi pembeli) tidak berlangsung lama, kata Syafri, eks PKL Kwitang yang pindah ke Proyek Senen.

CINTA TAPI TAKUT


Kosong, kehidupanku berasa kosong sejak aku meninggalkan Nurul. Tak ada lagi wanita yang selalu mengingatkan aku untuk segera menunaikan shalat Magrib ketika adzan bergema.  Aku pergi meninggalkan Nurul pada 13 November lalu. Karena suatu alasan, aku memilih pergi.

Sabtu sore, ketika aku duduk di teras rumahku sambil membaca buku autobiography tentang Sir Alex Ferguson, aku kedatangan tamu dengan mengenakan celana hitam dan kaos putih yang agak sedikit lusuh.  Dan tamu itu adalah teman lama sekaligus sahabatku, namanya Ale. Dan Ale adalah sahabat ku semenjak di aku tinggal di Bandung. Entah dari siapa Ale mengetahui alamat baruku di Jakarta.

Ale bukan hanya sekedar sahabat, tapi dia melebihi dari itu, ku anggapnya sebagai kakakku meskipun umur kami hanya terpaut dua hari. Kami telah banyak meluangkan waktu bersama. Bukan hanya sekedar makan satu porsi nasi bungkus bersama-sama. Bahkan bisa lebih dari itu. Ale sangat mengerti dengan keadaanku yang susah. Aku sangat gembira saat dia mau berkunjung ke rumahku di bilangan Jakarta. Lepas dari itu, kami mulai berbincang tentang segala hal hingga pertandingan antara Everton vs Liverpool berakhirpun kami belum selesai mengobrol. Mulai memasuki jam 23.26 wib, Ale mulai menanyakan tentang kisah asmara yang aku alami saat ini. Aku menjawab pertanyaan itu dengan jawaban: "Tidak, aku tidak sedang berpacaran dengan siapapun saat ini". "Wow !!! apakah kamu masih menyesal dan merasa bersalah karena meninggalkan Nurul ?" tanya Ale. Sejenak terhenti lalu aku terdiam dan hanya ada suara jarum jam dinding yang mengalun. Dan seakan aku tak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ale saat itu.

"Jujur, aku masih merasa kesepian sejak meninggalkan Nurul. Aku mencintainya, tapi aku takut melukainya" jawabku pada pertanyaan Ale. "Percuma jika sampai saat ini kau masih mengharapkan Nurul..." sahut Ale. " Maksudmu, Le ?" tanyaku."Aku sengaja datang kesini karena tadi siang aku menghadiri undangan resepsi perkawinan Nurul di rumah Suaminya di Temanggung. Karena jaraknya tak begitu jauh dari tempat tinggalmu, maka aku menyempatkan mampir kesini", tegas Ale. " Lantas, darimana kamu tau kalau aku tinggal di Menteng ?" tanyaku kembali. "Aku tau alamat lengkapmu dari pak Cahya" jawab Ale.

Aku tak tau harus apa! apakah aku harus sedih ataukah bahagia mendengar pernyataan Ale yang menceritakan tentang resepsi Nurul yang berlangsung tadi siang. Dan mengapa Nurul begitu cepat memutuskan untuk segera menikah sementara aku baru meninggalkannya 10 hari yang lalu. Aku tau betul tentang apa yang ada pada pikiran Nurul, dan mana mungkin dia bisa secepat itu membuat keputusan.  Dan yang aku tau, tak ada lagi pria yang mencoba memiliki hati Nurul ketika kami berhubungan. Nurul sempat mengucapkan kata sakral padaku bahwa dia takkan pernah mau hidup dengan orang yang sama sekali tidak dicintainya. Dan dia pun takkan bisa melupakan kata sakral dalam waktu yang singkat.

Tapi, ah sudahlah !!! aku mengantuk, dan Ale pun sudah tak kuat menahan matanya untuk tetap terbuka. Mungkin ini adalah kesalahan yang menjadi bumerang untukku sendiri karena tak pernah menghargai orang yang telah menyayangiku.

Minggu pagi, sekarang jam 08.49 wib. Ale pamit pulang padaku dan aku hanya bisa mengantarkannya sampai terminal. Karena dia harus segera kembali lagi ke Bandung. Menghabiskan satu malam bersama Ale aku jadi kangen pada saat-saat aku masih suka menginap di rumahnya di Pasteur.

Ku lanjutkan langkahku hari ini sehabis berpisah dengan Ale, aku berencana membeli buku di JaCC Kebon Melati Tanah Abang. "Untuk Negeriku: Berjuang dan Dibuang" sebuah buku yang sudah aku niatkan untuk membelinya karena buku ini adalah buku yang terlambat aku miliki.

Matahari seakan murka, aku di cambuk oleh panasnya yang melukai kulit. Tenggorokanku merindukan air dingin yang seolah belum menyegarkan kesatnya bibir.


Bersambung.......