Kamis, 20 Januari 2011

MAHA PEMBERI REZEKI

Mizla, Tuti dan Raffi adalah ketiga anak ku yang saat ini mengecap pendidikan di SD. Anak perempuan pertama ku duduk di kelas 5 yang kedua masih kelas 3 dan yang paling bungsunya baru kelas 1 SD.

Kami berempat hanya tinggal menempati rumah kecil berdinding bambu yang hanya bercahayakan lampu tempel pada tiap malam-malam kami. Suami ku telah wafat pada 2006 silam. Jadi, aku harus mampu menafkahi anak-anakku dan membiayai sekolah mereka dengan sendirian.

Begitu berat beban yang aku alami saat ini. Aku sempat ingin menitipkan 1 dari 3 anakku kepada saudara ku yang berada di Cilegon, agar beban yang aku pikul menjadi sedikit ringan. Tapi aku tak begitu tega pada mereka, karena aku sadar bahwa anak-anakku adalah anugerah yang Tuhan titipkan pada ku.

Suami ku tidaklah banyak meninggalkan warisannya pada ku. Kecuali gubug sempit yang aku tinggali saat ini. Dan juga pesan-pesan penyemangat yang sampai saat ini masih mengiang di telinga. Suami ku bukanlah orang yang kaya harta tapi beliau adalah seorang penjual jala ikan.

Semasa hidupnya, beliau kerap memberikan ku uang hanya belanja meski pun hanya Rp.20.000 per hari. Itu pun jika ada beberapa jala ikannya yang terjual. Penghasilan suami ku tidak begitu besar tapi aku harus bisa membagi uang tersebut untuk makan dan untuk anak-anak ku yang selalu menangis meminta uang jajan.

Kini aku menjadi janda dari 3 anak yang masih sangat kecil. Aku tinggal pada sebuah kampung kecil di Tangerang. Lingkungannya yang masih sama percis dengan lingkungan rumah orang tua ku di Cilegon.

Aku merasa bingung sejak suami ku wafat. Karena entah darimana aku bisa mendapatkan uang untuk menghidupi ketiga anak ku. Untuk mendapatkan kerja pun aku tak bisa karena ijazah terkhirku hanyalah lulus SD. Tapi, Tuhan Maha Penyayang . Aku selalu memanjatkan do'a pada Tuhan tiap tengah malam dan sehabis shalat agar Tuhan menjadikan aku orang-orang yang bersabar.

Tuhan selalu bersama ku, Subhanallah.......

Aku sempat ragu, apakah aku bisa memberi makan anak-anakku, membiayai sekolahnya dan memberikan semua kebutuhannya. Tapi, Tuhan selalu memberikan aku petunjuk. Allahu Akbar,,,Allahu Akbar....

Sejak aku masih berumur 15 tahun, almarhumah Ibu ku pernah mengajari ku cara pemijatan tradisional. Dan dari inilah aku bisa mendapatkan sedikit rezeki. Aku ingin bangkit dari keterpurukan, aku ingin mengubah hidup ku dan masa depan anak-anak ku.

Mulanya aku tak yakin akan kemampuan ku untuk mengamalkan yang Ibu ajarkan. Tapi demi kebahagiaan keluarga ku maka aku mencobanya.

Pasien pertama ku adalah Toni, remaja 21 tahun yang pada saat itu tengah mengalami cedera engkel karena bertabrakan kaki saat dia bermain sepak bola. Toni adalah tetangga ku. Saat dia kesakitan, aku sempat menjenguknya. Pada saat itu pun aku langsung memegangi kakinya yang kesakitan. Dengan menggunakan minyak kelapa aku memijati kakinya. Dan hanya 15 menit aku menyelesaikan tugas.

Aku hanya berniat prilaku Toni yang baik terhadap anak-anak ku. Toni selalu menyisihkan uangnya kepada anak ku. Bahkan dia pernah memberikan baju untuk anak-anak ku saat Idul Fitri 2007 lalu. Padahal aku tahu, Toni hanya seorang pengangguran. Lalu Toni terkesan dengan hasil pijatan ku. Dia merasa agak baikan setelah aku pijat.

Dan dari Toni pula aku bisa membiayai hidup ku, karena Toni selalu merekomendasikan aku bila ada temen-temannya yang kesakitan. Toni selalu menyuruh teman-temannya untuk memijat urat-urat mereka yang tegang kepada ku. Dan dari mulut ke mulut, Alhamdulillah, setiap hari ada orang yang mendatangi rumah ku untuk mendapatkan pelayanan pijat dari ku.

Meski hanya Rp.15.000 sehari tapi setidaknya aku bisa membeli beras dan mencukupi kebutuhan ku dan juga anak-anak ku.

Terima kasih Tuhan, Engkau telah memberikan ku rezeki-Mu yang halal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar