Seharusnya aku tak selalu diam
Menanti panas berotasi
Pikiran ku terkurung oleh sepoy angin
Hingga wajah ku tak tersentuh air
Ini adalah jujur, bukanlah permainan
Meski tatap ku hancur oleh seribu halangan
Dan mulut ku terbungkam menatap ombak
Hingga bunga tak lagi semerbak
Duhai kekasih....jagalah hati dan diri
Jika aku akan mati esok pagi
Biarlah cintamu yang terkasih
Mengkafani ku tanpa dosa lagi
Biarlah sejuk merasuk
Agar gerah tak lagi mengamuk
Biarlah hangat merambat
Agar lelah tak lagi menyengat
Aku berdiri diantara panas yang beringas
Kamis, 27 Januari 2011
Senin, 24 Januari 2011
LELAKI
Lelaki....
Mereka utusan Tuhan yang diemban tugas
Tentara kami saat perang mendera
Hujan kami saat gersang berkepanjangan
Api unggun kami saat di perlakukan tidak adil
Obat kami saat perih
Arah kani sat kalap tak tentu
Cahaya kami saat kelam merajai
Imam dalam shalat kami
Lelaki...
Pendamping kami suatu hari nanti....
oleh:
Khairunnisa Mawar Biduri
Mereka utusan Tuhan yang diemban tugas
Tentara kami saat perang mendera
Hujan kami saat gersang berkepanjangan
Api unggun kami saat di perlakukan tidak adil
Obat kami saat perih
Arah kani sat kalap tak tentu
Cahaya kami saat kelam merajai
Imam dalam shalat kami
Lelaki...
Pendamping kami suatu hari nanti....
oleh:
Khairunnisa Mawar Biduri
WANITA
Wanita,
Sesungguhnya tiada yang lebih gagah darimu
Meski tidak semua tahu
Dan jika ada yang lebih bening dari embun
Itulah engkau
Salju pun kadang cemburu
Wanita,
Peranmu mengaduk-adukan dunia!
Bahkan, kau mampu ciptakan planet baru jika Tuhan mau
Dan lelaki, pendampingmu suatu hari nanti
Tuk saling menjumpai hati dan sayangi cucu sampai mati
Oh wanita,
Apa lagi yang kau mau?
Dunia milikmu bukan?
Tuhan hanya ingin satu
Jagalah rumahmu...
oleh:
Khairunnisa Mawar Biduri
Sesungguhnya tiada yang lebih gagah darimu
Meski tidak semua tahu
Dan jika ada yang lebih bening dari embun
Itulah engkau
Salju pun kadang cemburu
Wanita,
Peranmu mengaduk-adukan dunia!
Bahkan, kau mampu ciptakan planet baru jika Tuhan mau
Dan lelaki, pendampingmu suatu hari nanti
Tuk saling menjumpai hati dan sayangi cucu sampai mati
Oh wanita,
Apa lagi yang kau mau?
Dunia milikmu bukan?
Tuhan hanya ingin satu
Jagalah rumahmu...
oleh:
Khairunnisa Mawar Biduri
BUNUH SEKARANG!
Terbanglah ke waktu ternyaman
Cari gerbong-gerbong terang
Tabrak dusta yang lantang
Usir deretan buaya jalang
Penggal saja keji perusak nyawa
Bunuh!
Aniaya bercak nista si pura pura
Bunuh saja sekarang!
Sekarang!
Sekarang!
oleh:
Khairunnisa Mawar Biduri
Cari gerbong-gerbong terang
Tabrak dusta yang lantang
Usir deretan buaya jalang
Penggal saja keji perusak nyawa
Bunuh!
Aniaya bercak nista si pura pura
Bunuh saja sekarang!
Sekarang!
Sekarang!
oleh:
Khairunnisa Mawar Biduri
Sabtu, 22 Januari 2011
PENGAGUM BODOH
12 Mei 2009 adalah waktu dimana aku memulai kerja di PT. Pilar Makmur Utama. Sebuah industri sendal yang menjadi urutan ketiga setelah PT. Perfecta Nusa dan PT. Kencana Gemilang dalam karir ku. Tempat kerja ku tidak terlalu jauh, jadi aku selalu merasa nyaman dalam bekerja. Mungkin PT. Pilar Makmur Utama adalah jawaban dari pertanyaan yang aku panjatkan pada Tuhan.
Di PT. Pilar Makmur Utama aku bersahabat dengan Azim, senior ku yang umurnya sebaya dengan ku. Aku banyak belajar darinya. Selain masalah pekerjaan, dia pun selalu membela ku bila ada perkelahian kecil antara aku dengan rekan kerja ku yang lain.
Azim adalah rantauan dari Pekan Baru yang telah bekerja cukup lama di PT. Pilar Makmur Utama. Dia adalah salah satu teman ku yang pandai bicara dan mengelak. Pertemanan kami begitu dekat. Tidak ada sesuatu yang disembunyikan dari kami. Dan kita pun selalu blak-blakan dalam membicarakan sesuatu. Hitam-Putih kehidupan kita pernah melaluinya. Kami bahkan sering menenggak minuman keras sampai pagi bila kami telah mendapat uang gajian. Itulah kami, dua remaja nakal.
Azim tahu betul tentang aku dan begitu pun sebaliknya. Aku merasa Azim adalah sahabat sejati ku, karena susah senang kita melewatinya bersama.
Tapi hal itu berubah 180 derajat ketika Azim mengambil wanita pujaan yang aku idamkan, namanya Indah. Indah adalah seorang karyawan baru di tempat kerja kami. Dia satu bagian dengan ku, jadi aku lebih sering menemuinya.
Tubuh Indah begitu mempesona, membuat ku selalu tak berkonsentrasi saat bekerja. Aku selalu berfantasi dan membayangkan Indah sedang aku cumbu. Wangi tubuhnya membangkitkan kejantanan ku.
Jujur! Aku ingin mencumbunya bukan hanya dalam impian. Aku ingin mendapatkannya secara langsung. Aku ingin melumat bibirnya yang tipis dan takkan pernah melepaskan ciuman ku selamanya.
Tapi sepertinya aku tak akan pernah mendapatkan Indah saat itu. Karena aku selalu takut bila berhadapan dengan wanita cantik, termasuk dengan Indah. Hal itulah yang menjadi kelemahan ku bila bertemu wanita.
Azim mengetahui perasaanku terhadap Indah.Tapi ternyata, diam-diam Azim pun mengagumi Indah. Kami adalah dua sahabat yang suka pada satu wanita yang sama. Satu hal yang aku harap dari Indah adalah hanya ingin melampiaskan nafsu liar ku. Tak ada cinta yang tumbuh saat itu karena aku hanya sebatas mengagumi. Tapi dari hari ke hari hal itu berubah dan aku pun ingin mendapatkan cinta dari Indah. Aku terbius oleh aroma Indah.
Aku merasa, akulah orang yang akan mendapatkan Indah karena saingan terberat ku, yaitu Azim telah memiliki tambatan hati, namanya Salma. Jadi, mana mungkin Azim mengkhianati Salma yang telah dicintai dan dipacarinya selama dua tahun.
Azim adalah seseorang yang memegang teguh pada prinsipnya, apapun yang dia inginkan maka dia harus bisa mewujudkannya, meski pun ada beberapa orang yang tersakiti. Azim memanfaatkan kelemahan ku yang tak begitu mahir merayu dan memikat wanita. Jangankan merayu, mendekatinya pun aku tak sanggup.
Aku pernah menegurnya agar menghargai aku sebagai sahabatnya yang pertama menginginkan Indah. Tapi Azim tak menghiraukan teguran ku bahkan dia seolah sengaja mengajak bicara Indah di hadapan aku dan Salma sebelum dan sesudah jam kerja.
Tiap kali aku melihat mereka berdua bercakap seakan aku ingin memukuli Azim hingga babak belur. Tapi, apa hak ku mengganggu mereka? Karena aku hanyalah seorang pengagum bodoh yang sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mendekati Indah.
Semakin hari hubungan mereka semakin akrab. Aku iri dan cemburu pada keakraban mereka. Azim yang beberapa yang lalu menjadi sahabat ku kini seolah telah menjadi musuh nomor satu untukku. Kelakuan Azim pada Indah selalu memancing emosi ku karena dengan sengaja memegangi tangan Indah dengan erat. Aku tak paham apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Azim. Mengapa dia sampai tega mengkhianati cinta Salma yang benar-benar mencintainya. Apa karena Indah lebih cantik dari Salma?
Cinta memang membutakan segalanya. Azim meninggalkan Salma untuk memuaskan ambisinya mendapatkan Indah. Bahkan Azim pun telah menyakiti hati ku secara perlahan. Salma mungkin mersakan hal yang sama sepertiku yaitu sama-sama membenci hubungan mereka. Aku membenci Azim tapi Salma mencintai Azim. Aku mencintai Indah tapi Salma menbecinya. Tentu saja kami berdua pun tak menyetujui hubungan mereka.
"Biarkan sang waktu menjawab", kalimat yang sering aku ingat. Aku mengira hubungan mereka tak akan lama. Tapi ternyata , Azim benar-benar serius mencintai Indah. Aku selalu mendo'akan agar hubungan mereka cepat berakhir. Tapi, semakin lama mereka semakin mesra.
Aku yang dulu selalu menghabiskan waktu dengan tertawa terbahak bersama Azim kini semua telah berakhir. Persahabatan kami mulai retak sejak kedatangan Indah. Bahkan sampai sekarang, aku dan Azim sudah tak saling menyapa bila bertemu. Dan seolah kami sedang terlibat perang dingin. Kami saling diam tapi tidak saling membenci.
Aku sempat memberanikan diri untuk mendekati Indah. Ku ungkapkan semua perasaan ku padanya. Tapi, aku terlambat dan Indah menolak ku. Indah bilang pada ku bahwa dia telah berkomitmen dengan Azim. Karena satu minggu ke depan, Azim akan melamar Indah. Aku sempat tak percaya dengan ucapan Indah, karena Azim pun sempat mengatakan hal yang demikian kepada Salma. Apakah ini adalah taktik Azim untuk mendapatkan wanita? Begitu polosnya Indah karena telah terperangkap oleh kelicikan Azim.
Aku sempat ingin melupakan Indah ini dan tak berlarut-larut memikirkannya. Tapi ini masalah hati ku jadi aku susah untuk menghilangkannya.
Satu kemudian, ternyata Azim menepati janjinya untuk melamar Indah. Entah apa yang harus aku rasa? Karena sedih dan rasa marah bercampur jadi satu. Pernikahan mereka seolah menambah luka yang lebih dalam di hati ku. Aku sakit hati oleh kebahagiaan mereka.
Aku akui, aku kalah dan Azim memenangkan persaingan ini meski pu aku dan Salma yang menjadi korban dari pernikahan mereka.
Selamat berbahagia, musuh dan sahabat ku......
Di PT. Pilar Makmur Utama aku bersahabat dengan Azim, senior ku yang umurnya sebaya dengan ku. Aku banyak belajar darinya. Selain masalah pekerjaan, dia pun selalu membela ku bila ada perkelahian kecil antara aku dengan rekan kerja ku yang lain.
Azim adalah rantauan dari Pekan Baru yang telah bekerja cukup lama di PT. Pilar Makmur Utama. Dia adalah salah satu teman ku yang pandai bicara dan mengelak. Pertemanan kami begitu dekat. Tidak ada sesuatu yang disembunyikan dari kami. Dan kita pun selalu blak-blakan dalam membicarakan sesuatu. Hitam-Putih kehidupan kita pernah melaluinya. Kami bahkan sering menenggak minuman keras sampai pagi bila kami telah mendapat uang gajian. Itulah kami, dua remaja nakal.
Azim tahu betul tentang aku dan begitu pun sebaliknya. Aku merasa Azim adalah sahabat sejati ku, karena susah senang kita melewatinya bersama.
Tapi hal itu berubah 180 derajat ketika Azim mengambil wanita pujaan yang aku idamkan, namanya Indah. Indah adalah seorang karyawan baru di tempat kerja kami. Dia satu bagian dengan ku, jadi aku lebih sering menemuinya.
Tubuh Indah begitu mempesona, membuat ku selalu tak berkonsentrasi saat bekerja. Aku selalu berfantasi dan membayangkan Indah sedang aku cumbu. Wangi tubuhnya membangkitkan kejantanan ku.
Jujur! Aku ingin mencumbunya bukan hanya dalam impian. Aku ingin mendapatkannya secara langsung. Aku ingin melumat bibirnya yang tipis dan takkan pernah melepaskan ciuman ku selamanya.
Tapi sepertinya aku tak akan pernah mendapatkan Indah saat itu. Karena aku selalu takut bila berhadapan dengan wanita cantik, termasuk dengan Indah. Hal itulah yang menjadi kelemahan ku bila bertemu wanita.
Azim mengetahui perasaanku terhadap Indah.Tapi ternyata, diam-diam Azim pun mengagumi Indah. Kami adalah dua sahabat yang suka pada satu wanita yang sama. Satu hal yang aku harap dari Indah adalah hanya ingin melampiaskan nafsu liar ku. Tak ada cinta yang tumbuh saat itu karena aku hanya sebatas mengagumi. Tapi dari hari ke hari hal itu berubah dan aku pun ingin mendapatkan cinta dari Indah. Aku terbius oleh aroma Indah.
Aku merasa, akulah orang yang akan mendapatkan Indah karena saingan terberat ku, yaitu Azim telah memiliki tambatan hati, namanya Salma. Jadi, mana mungkin Azim mengkhianati Salma yang telah dicintai dan dipacarinya selama dua tahun.
Azim adalah seseorang yang memegang teguh pada prinsipnya, apapun yang dia inginkan maka dia harus bisa mewujudkannya, meski pun ada beberapa orang yang tersakiti. Azim memanfaatkan kelemahan ku yang tak begitu mahir merayu dan memikat wanita. Jangankan merayu, mendekatinya pun aku tak sanggup.
Aku pernah menegurnya agar menghargai aku sebagai sahabatnya yang pertama menginginkan Indah. Tapi Azim tak menghiraukan teguran ku bahkan dia seolah sengaja mengajak bicara Indah di hadapan aku dan Salma sebelum dan sesudah jam kerja.
Tiap kali aku melihat mereka berdua bercakap seakan aku ingin memukuli Azim hingga babak belur. Tapi, apa hak ku mengganggu mereka? Karena aku hanyalah seorang pengagum bodoh yang sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mendekati Indah.
Semakin hari hubungan mereka semakin akrab. Aku iri dan cemburu pada keakraban mereka. Azim yang beberapa yang lalu menjadi sahabat ku kini seolah telah menjadi musuh nomor satu untukku. Kelakuan Azim pada Indah selalu memancing emosi ku karena dengan sengaja memegangi tangan Indah dengan erat. Aku tak paham apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Azim. Mengapa dia sampai tega mengkhianati cinta Salma yang benar-benar mencintainya. Apa karena Indah lebih cantik dari Salma?
Cinta memang membutakan segalanya. Azim meninggalkan Salma untuk memuaskan ambisinya mendapatkan Indah. Bahkan Azim pun telah menyakiti hati ku secara perlahan. Salma mungkin mersakan hal yang sama sepertiku yaitu sama-sama membenci hubungan mereka. Aku membenci Azim tapi Salma mencintai Azim. Aku mencintai Indah tapi Salma menbecinya. Tentu saja kami berdua pun tak menyetujui hubungan mereka.
"Biarkan sang waktu menjawab", kalimat yang sering aku ingat. Aku mengira hubungan mereka tak akan lama. Tapi ternyata , Azim benar-benar serius mencintai Indah. Aku selalu mendo'akan agar hubungan mereka cepat berakhir. Tapi, semakin lama mereka semakin mesra.
Aku yang dulu selalu menghabiskan waktu dengan tertawa terbahak bersama Azim kini semua telah berakhir. Persahabatan kami mulai retak sejak kedatangan Indah. Bahkan sampai sekarang, aku dan Azim sudah tak saling menyapa bila bertemu. Dan seolah kami sedang terlibat perang dingin. Kami saling diam tapi tidak saling membenci.
Aku sempat memberanikan diri untuk mendekati Indah. Ku ungkapkan semua perasaan ku padanya. Tapi, aku terlambat dan Indah menolak ku. Indah bilang pada ku bahwa dia telah berkomitmen dengan Azim. Karena satu minggu ke depan, Azim akan melamar Indah. Aku sempat tak percaya dengan ucapan Indah, karena Azim pun sempat mengatakan hal yang demikian kepada Salma. Apakah ini adalah taktik Azim untuk mendapatkan wanita? Begitu polosnya Indah karena telah terperangkap oleh kelicikan Azim.
Aku sempat ingin melupakan Indah ini dan tak berlarut-larut memikirkannya. Tapi ini masalah hati ku jadi aku susah untuk menghilangkannya.
Satu kemudian, ternyata Azim menepati janjinya untuk melamar Indah. Entah apa yang harus aku rasa? Karena sedih dan rasa marah bercampur jadi satu. Pernikahan mereka seolah menambah luka yang lebih dalam di hati ku. Aku sakit hati oleh kebahagiaan mereka.
Aku akui, aku kalah dan Azim memenangkan persaingan ini meski pu aku dan Salma yang menjadi korban dari pernikahan mereka.
Selamat berbahagia, musuh dan sahabat ku......
Kamis, 20 Januari 2011
MEMANAH HATIKU
Aku tertarik, tanpa sengaja hati ku tertarik
Pada peri kecil yang bentangkan sayap di hati ku
Aku menyerah, aku mengaku kalah
Pada magic yang dia sihirkan padaku
Matanya yang tajam, seakan membuatku ingin selalu menatap bola matanya
Hidungnya yang runcing, seolah ingin tetap benak ini memikirkannya
Dan bibirnya yang merah, serasa ingin abadi tubuh ini memilikinya
Ah....Aku jatuh cinta (lagi)
Diakah yang Tuhan kirimkan untukku?
Hinakah aku untuk mendapatkannya?
Oh....Aku tak berdaya (lagi)
Inikah pertanda bahwa aku harus berubah?
Dan sanggupkah aku tak pindah ke lain hati?
Luka ku belum reda
Dan rasa itu belum musnah, sirna dan tenggelam kelam
Emosi ku telah padam
Pada dirinya yang indah, anggun dan memanah hatiku
Pada peri kecil yang bentangkan sayap di hati ku
Aku menyerah, aku mengaku kalah
Pada magic yang dia sihirkan padaku
Matanya yang tajam, seakan membuatku ingin selalu menatap bola matanya
Hidungnya yang runcing, seolah ingin tetap benak ini memikirkannya
Dan bibirnya yang merah, serasa ingin abadi tubuh ini memilikinya
Ah....Aku jatuh cinta (lagi)
Diakah yang Tuhan kirimkan untukku?
Hinakah aku untuk mendapatkannya?
Oh....Aku tak berdaya (lagi)
Inikah pertanda bahwa aku harus berubah?
Dan sanggupkah aku tak pindah ke lain hati?
Luka ku belum reda
Dan rasa itu belum musnah, sirna dan tenggelam kelam
Emosi ku telah padam
Pada dirinya yang indah, anggun dan memanah hatiku
BAGAI PUNGGUK MEMBENCI BULAN
Hari ini aku akan mengubah pribahasa "bagai pungguk merindukan bulan". Dan aku kan menggantinya dengan "bagai pungguk membenci bulan". Ini bukanlah sifat arogansi ku karena dengan serta merta mengubahnya.
Ini adalah bentuk dari rasa protes ku terhadap seorang wanita manis yang beberapa hari yang lalu aku rindukan. Aku akui, dia sungguh cantik, tapi kelakuan dan tingkah lakunya sangat licik. Aku telah salah mencintainya. Dan aku kecewa karena telah merindukannya.
Beberapa bulan lalu aku sempat mengaguminya bahkan mengatakan cinta mati kepadanya. Mungkin aku terlena dengan keanggunannya. Parasnya membuatku buta pada hal-hal di sekeliling ku.
Cinta mati, adalah cinta yang buat ku mati. Dia dengan perlahan-lahan memudarkan kegagahan ku dengan keegoisannya.
Tak ada sama sekali niat dalam hati ku untuk menyakitinya, tapi dia begitu tega menghinaku. Aku sadar bahw sekarang dia tak begitu mencintaiku.
Aku "bagai pungguk membenci bulan"
Ini adalah bentuk dari rasa protes ku terhadap seorang wanita manis yang beberapa hari yang lalu aku rindukan. Aku akui, dia sungguh cantik, tapi kelakuan dan tingkah lakunya sangat licik. Aku telah salah mencintainya. Dan aku kecewa karena telah merindukannya.
Beberapa bulan lalu aku sempat mengaguminya bahkan mengatakan cinta mati kepadanya. Mungkin aku terlena dengan keanggunannya. Parasnya membuatku buta pada hal-hal di sekeliling ku.
Cinta mati, adalah cinta yang buat ku mati. Dia dengan perlahan-lahan memudarkan kegagahan ku dengan keegoisannya.
Tak ada sama sekali niat dalam hati ku untuk menyakitinya, tapi dia begitu tega menghinaku. Aku sadar bahw sekarang dia tak begitu mencintaiku.
Aku "bagai pungguk membenci bulan"
MAHA PEMBERI REZEKI
Mizla, Tuti dan Raffi adalah ketiga anak ku yang saat ini mengecap pendidikan di SD. Anak perempuan pertama ku duduk di kelas 5 yang kedua masih kelas 3 dan yang paling bungsunya baru kelas 1 SD.
Kami berempat hanya tinggal menempati rumah kecil berdinding bambu yang hanya bercahayakan lampu tempel pada tiap malam-malam kami. Suami ku telah wafat pada 2006 silam. Jadi, aku harus mampu menafkahi anak-anakku dan membiayai sekolah mereka dengan sendirian.
Begitu berat beban yang aku alami saat ini. Aku sempat ingin menitipkan 1 dari 3 anakku kepada saudara ku yang berada di Cilegon, agar beban yang aku pikul menjadi sedikit ringan. Tapi aku tak begitu tega pada mereka, karena aku sadar bahwa anak-anakku adalah anugerah yang Tuhan titipkan pada ku.
Suami ku tidaklah banyak meninggalkan warisannya pada ku. Kecuali gubug sempit yang aku tinggali saat ini. Dan juga pesan-pesan penyemangat yang sampai saat ini masih mengiang di telinga. Suami ku bukanlah orang yang kaya harta tapi beliau adalah seorang penjual jala ikan.
Semasa hidupnya, beliau kerap memberikan ku uang hanya belanja meski pun hanya Rp.20.000 per hari. Itu pun jika ada beberapa jala ikannya yang terjual. Penghasilan suami ku tidak begitu besar tapi aku harus bisa membagi uang tersebut untuk makan dan untuk anak-anak ku yang selalu menangis meminta uang jajan.
Kini aku menjadi janda dari 3 anak yang masih sangat kecil. Aku tinggal pada sebuah kampung kecil di Tangerang. Lingkungannya yang masih sama percis dengan lingkungan rumah orang tua ku di Cilegon.
Aku merasa bingung sejak suami ku wafat. Karena entah darimana aku bisa mendapatkan uang untuk menghidupi ketiga anak ku. Untuk mendapatkan kerja pun aku tak bisa karena ijazah terkhirku hanyalah lulus SD. Tapi, Tuhan Maha Penyayang . Aku selalu memanjatkan do'a pada Tuhan tiap tengah malam dan sehabis shalat agar Tuhan menjadikan aku orang-orang yang bersabar.
Tuhan selalu bersama ku, Subhanallah.......
Aku sempat ragu, apakah aku bisa memberi makan anak-anakku, membiayai sekolahnya dan memberikan semua kebutuhannya. Tapi, Tuhan selalu memberikan aku petunjuk. Allahu Akbar,,,Allahu Akbar....
Sejak aku masih berumur 15 tahun, almarhumah Ibu ku pernah mengajari ku cara pemijatan tradisional. Dan dari inilah aku bisa mendapatkan sedikit rezeki. Aku ingin bangkit dari keterpurukan, aku ingin mengubah hidup ku dan masa depan anak-anak ku.
Mulanya aku tak yakin akan kemampuan ku untuk mengamalkan yang Ibu ajarkan. Tapi demi kebahagiaan keluarga ku maka aku mencobanya.
Pasien pertama ku adalah Toni, remaja 21 tahun yang pada saat itu tengah mengalami cedera engkel karena bertabrakan kaki saat dia bermain sepak bola. Toni adalah tetangga ku. Saat dia kesakitan, aku sempat menjenguknya. Pada saat itu pun aku langsung memegangi kakinya yang kesakitan. Dengan menggunakan minyak kelapa aku memijati kakinya. Dan hanya 15 menit aku menyelesaikan tugas.
Aku hanya berniat prilaku Toni yang baik terhadap anak-anak ku. Toni selalu menyisihkan uangnya kepada anak ku. Bahkan dia pernah memberikan baju untuk anak-anak ku saat Idul Fitri 2007 lalu. Padahal aku tahu, Toni hanya seorang pengangguran. Lalu Toni terkesan dengan hasil pijatan ku. Dia merasa agak baikan setelah aku pijat.
Dan dari Toni pula aku bisa membiayai hidup ku, karena Toni selalu merekomendasikan aku bila ada temen-temannya yang kesakitan. Toni selalu menyuruh teman-temannya untuk memijat urat-urat mereka yang tegang kepada ku. Dan dari mulut ke mulut, Alhamdulillah, setiap hari ada orang yang mendatangi rumah ku untuk mendapatkan pelayanan pijat dari ku.
Meski hanya Rp.15.000 sehari tapi setidaknya aku bisa membeli beras dan mencukupi kebutuhan ku dan juga anak-anak ku.
Terima kasih Tuhan, Engkau telah memberikan ku rezeki-Mu yang halal.
Kami berempat hanya tinggal menempati rumah kecil berdinding bambu yang hanya bercahayakan lampu tempel pada tiap malam-malam kami. Suami ku telah wafat pada 2006 silam. Jadi, aku harus mampu menafkahi anak-anakku dan membiayai sekolah mereka dengan sendirian.
Begitu berat beban yang aku alami saat ini. Aku sempat ingin menitipkan 1 dari 3 anakku kepada saudara ku yang berada di Cilegon, agar beban yang aku pikul menjadi sedikit ringan. Tapi aku tak begitu tega pada mereka, karena aku sadar bahwa anak-anakku adalah anugerah yang Tuhan titipkan pada ku.
Suami ku tidaklah banyak meninggalkan warisannya pada ku. Kecuali gubug sempit yang aku tinggali saat ini. Dan juga pesan-pesan penyemangat yang sampai saat ini masih mengiang di telinga. Suami ku bukanlah orang yang kaya harta tapi beliau adalah seorang penjual jala ikan.
Semasa hidupnya, beliau kerap memberikan ku uang hanya belanja meski pun hanya Rp.20.000 per hari. Itu pun jika ada beberapa jala ikannya yang terjual. Penghasilan suami ku tidak begitu besar tapi aku harus bisa membagi uang tersebut untuk makan dan untuk anak-anak ku yang selalu menangis meminta uang jajan.
Kini aku menjadi janda dari 3 anak yang masih sangat kecil. Aku tinggal pada sebuah kampung kecil di Tangerang. Lingkungannya yang masih sama percis dengan lingkungan rumah orang tua ku di Cilegon.
Aku merasa bingung sejak suami ku wafat. Karena entah darimana aku bisa mendapatkan uang untuk menghidupi ketiga anak ku. Untuk mendapatkan kerja pun aku tak bisa karena ijazah terkhirku hanyalah lulus SD. Tapi, Tuhan Maha Penyayang . Aku selalu memanjatkan do'a pada Tuhan tiap tengah malam dan sehabis shalat agar Tuhan menjadikan aku orang-orang yang bersabar.
Tuhan selalu bersama ku, Subhanallah.......
Aku sempat ragu, apakah aku bisa memberi makan anak-anakku, membiayai sekolahnya dan memberikan semua kebutuhannya. Tapi, Tuhan selalu memberikan aku petunjuk. Allahu Akbar,,,Allahu Akbar....
Sejak aku masih berumur 15 tahun, almarhumah Ibu ku pernah mengajari ku cara pemijatan tradisional. Dan dari inilah aku bisa mendapatkan sedikit rezeki. Aku ingin bangkit dari keterpurukan, aku ingin mengubah hidup ku dan masa depan anak-anak ku.
Mulanya aku tak yakin akan kemampuan ku untuk mengamalkan yang Ibu ajarkan. Tapi demi kebahagiaan keluarga ku maka aku mencobanya.
Pasien pertama ku adalah Toni, remaja 21 tahun yang pada saat itu tengah mengalami cedera engkel karena bertabrakan kaki saat dia bermain sepak bola. Toni adalah tetangga ku. Saat dia kesakitan, aku sempat menjenguknya. Pada saat itu pun aku langsung memegangi kakinya yang kesakitan. Dengan menggunakan minyak kelapa aku memijati kakinya. Dan hanya 15 menit aku menyelesaikan tugas.
Aku hanya berniat prilaku Toni yang baik terhadap anak-anak ku. Toni selalu menyisihkan uangnya kepada anak ku. Bahkan dia pernah memberikan baju untuk anak-anak ku saat Idul Fitri 2007 lalu. Padahal aku tahu, Toni hanya seorang pengangguran. Lalu Toni terkesan dengan hasil pijatan ku. Dia merasa agak baikan setelah aku pijat.
Dan dari Toni pula aku bisa membiayai hidup ku, karena Toni selalu merekomendasikan aku bila ada temen-temannya yang kesakitan. Toni selalu menyuruh teman-temannya untuk memijat urat-urat mereka yang tegang kepada ku. Dan dari mulut ke mulut, Alhamdulillah, setiap hari ada orang yang mendatangi rumah ku untuk mendapatkan pelayanan pijat dari ku.
Meski hanya Rp.15.000 sehari tapi setidaknya aku bisa membeli beras dan mencukupi kebutuhan ku dan juga anak-anak ku.
Terima kasih Tuhan, Engkau telah memberikan ku rezeki-Mu yang halal.
Senin, 17 Januari 2011
PRASANGKA
Ini adalah kali pertama aku mengandung. Umur kandungan ku baru 8 bulan. Tapi saat ini aku dan suami ku merasakan sesuatu yang membahagiakan hidup. Setiap hari sehabis shalat Magrib, suami ku selalu mengelus-elus perut ku dan mendo'akan pada si calon bayi, "semoga engkau lahir dengan selamat, dan membanggakan orang tuamu", begitulah suami ku berdo'a.
Aku merasakan rasa sayang darinya begitu dahsyat dan aku yakin dia begitu sayang padaku dan pada bayi yang ad dalam kandunganku. Suami ku berharap semoga bayi kami laki-laki. Tapi aku pasrah pada Tuhan karena meskipun laki-laki atau perempuan, bagi ku anak kami adalah titipan dari Tuhan yang harus dijaga.
Suatu malam kami tertidur pulas dan aku bermimpi buruk. Aku bermimpi bahwa aku tidak akan bertemu lagi dengan suami ku pada suatu hari nanti. Perasaan ku pun jadi tidak enak dan mataku pun susah untuk ku pejamkan kembali.
Tangan ku mengelus-elus pada perut ku, dan mataku memandang pada wajah suami ku yang tertidur pulas, meski pun agak sedikit mendengkur. Tak terasa air mata ku terjatuh dan membasahi bantal yang sedang aku tindih dengan kepala ku.
Tenggorokan ku kering, aku merasa haus. Aku ingin membangunkan suami ku yang tengah tertidur untuk mengambilkan ku air minum ke dapur. Tapi aku tak tega, aku tak sampai hati mengganggu tidur lelapnya. Karena aku tahu, dia begitu lelah karena seharian berjualan ikan.
Saat aku beranjakuntuk mengambil air minum ke dapur. Langkah ku terhenti dan tiba-tiba telinga ku mengiang seolah-olah ada yang memanggil ku dari kejauhan. "Ratna...Ratna...Ayo pulang!!!" seperti itulah aku mendengarnya. Tapi aku tak begitu mempedulikan dan mungkin itu hanya perasaan ku saja.
Setelah aku menghabiskan satu gelas air minum, aku pun segera kembali ke tempat tidur. Dan ketika aku telah merebahkn tubuh ku, suara itu kembali mengiang di telinga ku dan lama kelamaan suara itu mendekat dan begitu dekat. Aku merasa suara itu adalah suara Ibu yang memanggil ku di depan rumah kami.
Dengan berat hati aku membangunkan suami ku yang tengah tertidur pulas. "A...aa....aa...bangun!!! coba tengok, di luar ada siapa?" imbau ku. Lalu suami ku pun terbangun dan dia pun mendengar suara lantang dan keras tersebut. Tanpa mencuci muka terlebih dahulu, suami ku bergegas menuju pintu depan rumah kami. Aku mengikuti suami ku yang hanya mengenakan kaos putih polos dan kain sarung yang belum dia buka selepas shalat Isya. Aku berjalan beriringan di belakang suami ku.
Malam itu pukul 02.30 dini hari dan suara itu semakin mengganggu telinga kami. Ketika suami ku membukakan pintu, serentak kami terkejut, "Astagfirullahaladziem, Ibu ada apa?" tanya suami ku sambil mengulurkan tangannya dan agak sedikit membungkuk dengan maksud ingin menjabat tangan Ibu.
Dengan tak menghiraukan tangan suami ku yang telah terulur dan tanpa mengucap salam, Ibu ku bertanya pada suami ku dengan marahnya,"Dimana Ratna?" ucapnya. "Ada apa Bu dengan Ratna?" tanya suami ku dengan tenang. Dengan egoisnya Ibu tak menjawab pertanyaan dari suami ku. Ibu ku sangat galak pada saat itu,"Ratna tidak usah tinggal di sini lagi! biar Ratna tinggal bersama Ibu saja" . Setelah selesai membentak suami ku, Ibu menolehkan mukanya ke arah ku. Tiba-tiba Ibu merampas tangan ku dan menariknya dengan paksa. Lalu suami ku mencoba melepaskan tangan Ibu yang telah memegang erat pergelangan tangan ku. Dan suami ku pun kembali menyahut," Tapi Bu, Ratna istri saya, saya berhak untuk mengajak Ratna tinggal di sini" tegas suami ku. "Sudah! jangan banyak bicara....!!! jika Ratna tinggal di sini, maka seumur hidup, Ratna tidak akan bahagia!".
Lalu ketika mereka membuat gaduh isi rumah, tiba-tiba ada yang melerai diantara mereka, ternyata beliau adalah Ayahku, yang memang beliau datang bersama Ibu. "Sudahlah bu, biarkn Ratna tinggal di sini dengan suaminya!" ucap Ayah ku dengan tenang. "Sudah,,sudah,,,Bapak tidak usah ikut campur!!! Ratna ayo pulang" ucap Ibu sambil mengambil kembali tangan ku dari penguasaan suami ku. Aku bingung harus bagaimana, Ibu ku yang keras kepala menarik tangan ku dan memaksa aku untuk mengikuti perintahnya.
Suami ku pun sedih, ku lihat itu dari matanya. Diantara kesedihan dia memohon pada ibu," Ibu, jangan bawa Ratna pergi, biarkan Ratna di sini". Tapi tampaknya, Ibu ku berpura-pura tidak mendengar dan mengabaikan ucapan suami ku.
Aku menangis dan hanya bisa menangis. Aku bingung apa maksud Ibu membawa ku pulang. Ku pasrah dan aku pun tak mau melawan Ibu.
Selagi Ibu menarik tangan ku dan membawa ku pergi dari rumah suami ku, lalu Ayah ku mendekati suami ku. Dan sepertinya ada sesuatu yang mereka bicarakan. Aku berusaha untuk bisa mendengar percakapan mereka tapi tak bisa. Karena Ibu selalu saja menasehati ku dengan marahnya.
Tak lama kemudian , Ibu memanggil Ayah, "Bapak...ayo pulang!" betapa keras suara Ibu seperti berteriak di telinga ku. Ayah tak bicara apa-apa, beliau hanya berlari kecil dan menuju ke arah kami.
Rumah Ibu memang tak begitu jauh dari rumah suami ku, mungkin hanya kurang lebih 200 meter. Dalam perjalanan pulang, Ibu masih memegang erat tangan ku. Aku pun masih dalam keadaan menangis tersendu, dan sesekali aku bertanya pada Ibu, " Bu,,,,,mengapa Ibu tega sama Ratna?" tanya ku. Tapi Ibu hanya menjawab, "Sudah ! kamu turuti saja perkataan Ibu".
Saat itu aku tak henti menangis dan seolah air mata tak bisa berhenti membuat sungai kecil di pipiku. Aku mencoba melepaskan tangan ku dari genggaman Ibu, tapi erat sekali, dan tangan ku seperti dibelenggu. Dengan sekuat tenaga aku mencoba melepaskan diri dari penguasaan Ibu dan akhirnya terlepas juga. Aku berlari dan kembali ke rumah suami ku tanpa mempedulikan kandungan di perut ku. Ibu berusaha mengejar ku tapi Ayah menahan dan menghalangi Ibu.
Karena aku tak begitu memperhatikan arah lari ku, aku pun tersungkur ke tanah kotor yang tersirami air hujan kemarin sore. Aku berusaha bangun sekuat tenaga ku, lalu aku berlari kembali. Tapi tiba-tiba Ibu menarik kembali tangan ku. "Cepat sekali lari Ibu" tanya ku dalam hati. Ibu kembali memegang tangan ku yang kotor oleh lumpur. "Sudah! jangan coba-coba kembali lagi ke rumah suamimu", Ibu melarang ku dengan nada menggertak. Aku terdiam dengan gertakan Ibu tapi air mata belum mau berhenti. Sesekali aku merengek "Ibu,,,,ibu,,,lepaskan Ratna bu....!!!".
Sesampainya di rumah Ibu , tanpa banyak bicara Ibu langsung membawa ku ke kamar yang dulu pernah aku isi sewaktu aku belum menikah. Aku dan tangisan ku di kunci dari luar pintu kamar. Aku kembali merengek sambil memukul pintu kayu dengan kepalan tangan ku, "Ibu,,,ibu,,,ibu,,, buka pintunya ibu", tapi tak ada suara yang menyahut.
Aku lemah, aku duduk sambil bersandar pada pintu dan memprotes Tuhan, "Ya Tuhan, mengapa ini semua terjadi padaku?" tanya ku dlam hati sambil menadahkan kepala ku ke arah langit-langit rumah.
Keesokan harinya setelah aku selesai shalat Dzuhur dari dalam kamar aku mendengar seperti ada seseorang yang mengucap salam di depan rumah. Aku menduga bahwa itu adalah suami ku yang sengaja datang sehabis pulang berjualan ikan di pasar. Aku lekas keluar dari kamar dan menghampiri suara salam tersebut. Setibanya aku di pintu depan, aku pun mempercepat tangan ku membuka pintu sambil menjawab salam. Ternyata dugaan ku benar, tamu yang datang adalah suami ku. Dengan mengenakan peci hitam dan dan kemeja yng dia pakai aku segera mencium tangannya. Setelah itu, suami ku bertanya,"Bagaimana kabarmu Ratna?" tanya suami ku. "Alhamdulillah, Ratna baik-baik saja A" jawabku. Dan suami ku kembali bertanya,"Dimana Ibu?" dan sebelum aku menjawab pertanyaan kedua dari suami kutiba-tiba Ibu datang dari arah dapur dan membentak suami ku, "Untuk apa kamu datang ke sini?" kami berdua kaget dengan adanya Ibu yang secara tiba-tiba muncul diantara kami. Suami ku mencoba menyalami tangan Ibu sambil berucap salam, tapi Ibu mengabaikan tangan dan salam suami ku. Aku tak mengerti, mengapa Ibu sampai seperti itu.
Kegaduhan semalam seolah terjadi lagi pada siang ini. "Sudah, jangan pernah kembali lagi menemui Ratna!" ucap Ibu. "Tapi bu, apa masalahnya?" tanya suami ku pada Ibu. "Jangan tanya apa masalahnya! tapi coba pikir! apa yang telah kamu lakukan pada Ratna selama ini?" jawab Ibu. Suami ku sejenak terdiam dan kembali bertanya pada Ibu,"Masalah apa Bu?"
Aku mencoba meredakan keributan mereka dan menyuruh suami ku untuk duduk. Tapi Ibu kembali memarahi suami ku,"Jangan pernah rayu Ratna lagi untuk tinggal di rumahmu! Mulai sekarang Ratna tinggal di sini! Sudah! Pergi!" Ibu mengusir suami ku sambil mendorong tubuhnya keluar rumah. Lalu Ibu menutup rapat pintu rumah dan kembali menguncinya.
Aku masih penasaran, mengapa Ibu begitu membenci suami ku. Dan aku masih belum tahu apa yang ada dlam pikiran Ibu, sehingga Ibu mengusir suami ku dan memisahkan kami.
Lalu Ibu kembali mengunci ku di kamar. Aku tidak bisa menahan air mata ku. Padahal aku tak mau larut dalam kesedihan, karena aku sayang pada suami ku dan juga kandungan ku.
Aku mencoba memahami dari yang Ibu ucapkan pada kegaduhan tadi. Ibu begitu benci pada suami ku dan aku pun belum tahu apa sebabnya.
Meskipun rumah suami ku tak semewah rumah Ibu, tapi aku sudah cukup bahagia tinggal bersama suami ku meski pun dia hanya seorang penjual ikan di pasar. Tapi segala kebutuhan kami tercukupi. Aku merasa bersalah dan malu padanya karena sifat Ibu yang begitu membenci suami ku. Keegoisannya membuat kami terpisah dan sifatnya seolah menjadi beban di pikiran ku. Tapi aku memasrahkan segalanya pada Tuhan, dengan bersabar dan mengingat-Nya.
Rasa ingin tahu ku begitu besar. Aku ingin menanyakan segalanya pada Ibu. Aku menghampirinya setelah selesai shalat Ashar. Saat itu Ibu sedang berada di dapur, Ibu tengah sibuk memasak. Aku mulai menanyakannya pada Ibu."Bu! mengapa Ibu begitu membenci suami Ratna Bu?". Ibu hanya terdiam dan sepertinya Ibu hanya pura-pura tidak apa yang telah aku pertanyakan. Aku mengulang lagi pertanyaan itu pada Ibu dan agak sedikit mengeraskan suara ku,"Bu, mengapa Ibu begitu membenci suami Ratna Bu?", Ibu pun masih tak menjawab pertanyaan ku. Ibu hanya menoleh ke arah ku dengan matanya yang melotot. Dan aku pun kembali mempertanyaankannya," Bu...! jawab! mengapa Ibu begitu membenci suami Ratna Bu? jawab!" tanya ku sambil memegangi tangan tangannya. Ibu benar-benar tidak menghiraukan ucapan ku. Beliau pun tampaknya marah pada ku.
Sejenak aku berfikir, aku memutuskan untuk pergi manjauhi Ibu saat itu. Aku berjalan menuju luar rumah. Aku menghampiri Ayah yang sedang beristirahat di teras rumah sambil menikmati kopi hitam hangat dan rokok kreteknya. Aku menemani Ayah dengan duduk pada kursi bambu di sebelahnya.
Tanpa basa-basi, aku langsung bertanya pada Ayah, "Pak! mengapa Ibu membenci suami Ratna pak?" tanya ku pada Ayah. "Ibumu terpengaruhi dan terkena hasutan dari orang-orang" jawab Ayah. "Maksud Ayah?" tanya ku kembali. "Ibumu terkena hasutan dari orang-orang, karena mereka sering sekali melihat suamimu mengantarkan pulang seorang wanita berkerudung setelah selesai berjualan". jawab Ayah ku. "Dan yang membuat Ibumu percaya adalah saat Ibumu membuktikan langsung apa yang orang-orang bilang. Ternyata Ibumu pun melihat langsung perselingkuhan suamimu" ucap Ayah ku. Aku pun kembali menanyai Ayah,"Terus Bapak sendiri percaya?" tanya ku. Lalu beliau menjawab,"Bapak sebenarnya lebih percaya pada suamimu, karena semalam Bapak menanyakannya langsung padanya".
Aku tidak percaya kalau suami ku berbuat seperti itu. Aku percaya kalau suami ku adalah pemimpin rumah tangga yang begitu sayang pada ku. Lalu aku kembali menanyai Ayah ku." Terus apa yang suami Ratna bilang pada Ayah?" dan Ayah pun menjawab, "Wanita itu dalah sepupu suamimu dari Pandeglang yang juga berjualan dari pasar".
Dari percakapan dengan Ayah ku, aku jadi sedikit lebih tahu dan menghilangkan rasa penasaran ku. Aku bermaksud untuk memberitahukan masalah ini pada Ibu, tapi karena sikapnya begitu marah padaku maka aku pun jadi menundanya dan menunggu waktu yang tepat.
Malam harinya sekitar jam 8, kami sedang berkumpul dan kedapatan tamu. Kali ini Ayah yang membukakan pintu, dan ternyata tamu adalah suami ku. Tapi malam itu suami ku datang dengan seorang wanita berkerudung hijau muda. Mungkin inilah wanita yang tadi siang Ayah ceritakan. Wanita itu cantik sekali. Suami ku menjabat tangan Ayah dan wanita itu pun juga menyalami tangan Ayah. Lalu Ayah pun mempersilahkan mereka duduk.
Aku berdiri dan segera bergegas menuju dapur un tuk segera mengambilkan mereka air minum tapi Ibu melarang ku,"Mau kemana kamu Ratna? sudah di sini saja! tak perlu kau ambilkan mereka air minum!" ucap Ibu ku. "Bu,,,sudah, tak enak ada tamu!" sahut Ayah ku.
Watak Ibu yang keras dan tak mau mengalah membuat ku jadi takut dan hanya memilih untuk diam.
Lalu suami ku memulai pembicaraannya," Pak, bu, Ratna, sebelumnya,,,saya mohon maaf! saya datang ingin menjelaskan masalah saya dengan Annisa" ucap suami ku. Lalu Ibu memotong pembicaraannya,"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, semuanya sudah jelas" gertak Ibu. Dan suami ku kembali menyahut,""Bu, izinkan saya untuk menjelaskannya, jika Ibu tetap tak mau mendengarkannya maka semua masalahnya tak akan selesai" dan Ayah pun menambahkan pernyataan suami ku."Bu, biarkan suami Ratna bicara, ini demi kebaikan rumah tangga mereka" seru Ayah.
Saat itu aku tak tahu harus berpihak pada siapa. Aku bingung, aku memilih diam dan mendengarkan perdebatan mereka sambil mengelus-elus kandungan ku.
Kemudian dari perdebatan mereka , tiba-tiba Annisa bicara pada Ibu,"Bu, saya minta maaf karena mengganggu waktu istirahat Ibu. Dan asal Ibu tahu, saya ini adalah sepupu dari Irwan. Saya baru 2 bulan tinggal di Tangerang. Saya dari Pandeglang. Saya memang kerap sekali diantarkan pulang oleh Irwan karena saya tinggal di rumah orang tua Irwan. Dan saya juga berjualan ikan milik Irwan di pasar. Jadi, saya harap Ibu jangan terlalu curiga pada Irwan, karena saya yakin bahwa Irwan adalah menantu yang baik dan saya percaya itu". ucap Annisa pada Ibu. Tapi Ibu tetap saja pada pendiriannya dan mencerca Annisa,"Kamu, masih kecil sudah berani mengajari yang tua! sudah! kalian berdua sama saja", tuduh Ibu pada Annisa.
Sifat dan watak Ibu berbeda jauh dengan Ayah. Ibu adalah sosok yang superego, Ibu pun selalu mempermasalahkan hal kecil sehingga aku dan rumah tangga ku menjadi kacau balau gara-gara Ibu. Aku tak begitu menyalahkan Ibu. Karena aku tahu, Ibu menginginkan yang terbaik untuk ku. Tapi mengapa sikap Ibu begitu parah pada suami ku dengan selalu menuduh dan mencurigai suami ku yang bukan-bukan.
Ibu lebih percaya pada omongan orang lain daripada mempercayai anaknya sendiri. Bahkan Ibu pun termasuk orang yang membangkang pada nasihat Ayah.
Jujur! Aku ingin Ibu mati pada saat itu. Tapi, apakah aku salah jika aku berdo'a seperti itu? Dan, apakah aku termasuk anak durhaka dengan menyumpahi Ibu? Astagfirullahaladziem....
Hasil akhir dari perdebatan mereka yaitu aku sudah tak diperkenankan lagi bertemu dengan suami ku. Ibu menghancurkan rumah tangga dan kebahagiaan kami.
Aku yang tengah menunggu kelahiran anak pertama ku, harus bisa menerima perpisahan dengan Irwan. Aku serasa ingin mati. Aku dan Irwan menjadi korban pertama dari keegoisan Ibu.
Selang beberapa minggu ketika anak ku lahir, aku pun merasa bersyukur. Karena proses kelahirannya berjalan lancar dan normal. Tapi sayang, tidak ada Irwan yang menemani kala itu. Ayah ku mengadzani dan beriqamah pada telinga kanan dan telinga kiri anakku.
Hidungnya mancung percis hidung Ayahku. Dan dagunya pun seperti dagu suami ku. Tangisan anak ku yang membuat ku selalu bertahan hidup. Aku bahagia.
Aku berharap, anak ku kelak tak mengalami nasib yang sama seperti ku bila nanti berkeluarga. Anak ku laki-laki, dan Ayah memberinya nama Nawawi Al-Ghazali. Nama yang gagah.
Aku merasakan rasa sayang darinya begitu dahsyat dan aku yakin dia begitu sayang padaku dan pada bayi yang ad dalam kandunganku. Suami ku berharap semoga bayi kami laki-laki. Tapi aku pasrah pada Tuhan karena meskipun laki-laki atau perempuan, bagi ku anak kami adalah titipan dari Tuhan yang harus dijaga.
Suatu malam kami tertidur pulas dan aku bermimpi buruk. Aku bermimpi bahwa aku tidak akan bertemu lagi dengan suami ku pada suatu hari nanti. Perasaan ku pun jadi tidak enak dan mataku pun susah untuk ku pejamkan kembali.
Tangan ku mengelus-elus pada perut ku, dan mataku memandang pada wajah suami ku yang tertidur pulas, meski pun agak sedikit mendengkur. Tak terasa air mata ku terjatuh dan membasahi bantal yang sedang aku tindih dengan kepala ku.
Tenggorokan ku kering, aku merasa haus. Aku ingin membangunkan suami ku yang tengah tertidur untuk mengambilkan ku air minum ke dapur. Tapi aku tak tega, aku tak sampai hati mengganggu tidur lelapnya. Karena aku tahu, dia begitu lelah karena seharian berjualan ikan.
Saat aku beranjakuntuk mengambil air minum ke dapur. Langkah ku terhenti dan tiba-tiba telinga ku mengiang seolah-olah ada yang memanggil ku dari kejauhan. "Ratna...Ratna...Ayo pulang!!!" seperti itulah aku mendengarnya. Tapi aku tak begitu mempedulikan dan mungkin itu hanya perasaan ku saja.
Setelah aku menghabiskan satu gelas air minum, aku pun segera kembali ke tempat tidur. Dan ketika aku telah merebahkn tubuh ku, suara itu kembali mengiang di telinga ku dan lama kelamaan suara itu mendekat dan begitu dekat. Aku merasa suara itu adalah suara Ibu yang memanggil ku di depan rumah kami.
Dengan berat hati aku membangunkan suami ku yang tengah tertidur pulas. "A...aa....aa...bangun!!! coba tengok, di luar ada siapa?" imbau ku. Lalu suami ku pun terbangun dan dia pun mendengar suara lantang dan keras tersebut. Tanpa mencuci muka terlebih dahulu, suami ku bergegas menuju pintu depan rumah kami. Aku mengikuti suami ku yang hanya mengenakan kaos putih polos dan kain sarung yang belum dia buka selepas shalat Isya. Aku berjalan beriringan di belakang suami ku.
Malam itu pukul 02.30 dini hari dan suara itu semakin mengganggu telinga kami. Ketika suami ku membukakan pintu, serentak kami terkejut, "Astagfirullahaladziem, Ibu ada apa?" tanya suami ku sambil mengulurkan tangannya dan agak sedikit membungkuk dengan maksud ingin menjabat tangan Ibu.
Dengan tak menghiraukan tangan suami ku yang telah terulur dan tanpa mengucap salam, Ibu ku bertanya pada suami ku dengan marahnya,"Dimana Ratna?" ucapnya. "Ada apa Bu dengan Ratna?" tanya suami ku dengan tenang. Dengan egoisnya Ibu tak menjawab pertanyaan dari suami ku. Ibu ku sangat galak pada saat itu,"Ratna tidak usah tinggal di sini lagi! biar Ratna tinggal bersama Ibu saja" . Setelah selesai membentak suami ku, Ibu menolehkan mukanya ke arah ku. Tiba-tiba Ibu merampas tangan ku dan menariknya dengan paksa. Lalu suami ku mencoba melepaskan tangan Ibu yang telah memegang erat pergelangan tangan ku. Dan suami ku pun kembali menyahut," Tapi Bu, Ratna istri saya, saya berhak untuk mengajak Ratna tinggal di sini" tegas suami ku. "Sudah! jangan banyak bicara....!!! jika Ratna tinggal di sini, maka seumur hidup, Ratna tidak akan bahagia!".
Lalu ketika mereka membuat gaduh isi rumah, tiba-tiba ada yang melerai diantara mereka, ternyata beliau adalah Ayahku, yang memang beliau datang bersama Ibu. "Sudahlah bu, biarkn Ratna tinggal di sini dengan suaminya!" ucap Ayah ku dengan tenang. "Sudah,,sudah,,,Bapak tidak usah ikut campur!!! Ratna ayo pulang" ucap Ibu sambil mengambil kembali tangan ku dari penguasaan suami ku. Aku bingung harus bagaimana, Ibu ku yang keras kepala menarik tangan ku dan memaksa aku untuk mengikuti perintahnya.
Suami ku pun sedih, ku lihat itu dari matanya. Diantara kesedihan dia memohon pada ibu," Ibu, jangan bawa Ratna pergi, biarkan Ratna di sini". Tapi tampaknya, Ibu ku berpura-pura tidak mendengar dan mengabaikan ucapan suami ku.
Aku menangis dan hanya bisa menangis. Aku bingung apa maksud Ibu membawa ku pulang. Ku pasrah dan aku pun tak mau melawan Ibu.
Selagi Ibu menarik tangan ku dan membawa ku pergi dari rumah suami ku, lalu Ayah ku mendekati suami ku. Dan sepertinya ada sesuatu yang mereka bicarakan. Aku berusaha untuk bisa mendengar percakapan mereka tapi tak bisa. Karena Ibu selalu saja menasehati ku dengan marahnya.
Tak lama kemudian , Ibu memanggil Ayah, "Bapak...ayo pulang!" betapa keras suara Ibu seperti berteriak di telinga ku. Ayah tak bicara apa-apa, beliau hanya berlari kecil dan menuju ke arah kami.
Rumah Ibu memang tak begitu jauh dari rumah suami ku, mungkin hanya kurang lebih 200 meter. Dalam perjalanan pulang, Ibu masih memegang erat tangan ku. Aku pun masih dalam keadaan menangis tersendu, dan sesekali aku bertanya pada Ibu, " Bu,,,,,mengapa Ibu tega sama Ratna?" tanya ku. Tapi Ibu hanya menjawab, "Sudah ! kamu turuti saja perkataan Ibu".
Saat itu aku tak henti menangis dan seolah air mata tak bisa berhenti membuat sungai kecil di pipiku. Aku mencoba melepaskan tangan ku dari genggaman Ibu, tapi erat sekali, dan tangan ku seperti dibelenggu. Dengan sekuat tenaga aku mencoba melepaskan diri dari penguasaan Ibu dan akhirnya terlepas juga. Aku berlari dan kembali ke rumah suami ku tanpa mempedulikan kandungan di perut ku. Ibu berusaha mengejar ku tapi Ayah menahan dan menghalangi Ibu.
Karena aku tak begitu memperhatikan arah lari ku, aku pun tersungkur ke tanah kotor yang tersirami air hujan kemarin sore. Aku berusaha bangun sekuat tenaga ku, lalu aku berlari kembali. Tapi tiba-tiba Ibu menarik kembali tangan ku. "Cepat sekali lari Ibu" tanya ku dalam hati. Ibu kembali memegang tangan ku yang kotor oleh lumpur. "Sudah! jangan coba-coba kembali lagi ke rumah suamimu", Ibu melarang ku dengan nada menggertak. Aku terdiam dengan gertakan Ibu tapi air mata belum mau berhenti. Sesekali aku merengek "Ibu,,,,ibu,,,lepaskan Ratna bu....!!!".
Sesampainya di rumah Ibu , tanpa banyak bicara Ibu langsung membawa ku ke kamar yang dulu pernah aku isi sewaktu aku belum menikah. Aku dan tangisan ku di kunci dari luar pintu kamar. Aku kembali merengek sambil memukul pintu kayu dengan kepalan tangan ku, "Ibu,,,ibu,,,ibu,,, buka pintunya ibu", tapi tak ada suara yang menyahut.
Aku lemah, aku duduk sambil bersandar pada pintu dan memprotes Tuhan, "Ya Tuhan, mengapa ini semua terjadi padaku?" tanya ku dlam hati sambil menadahkan kepala ku ke arah langit-langit rumah.
Keesokan harinya setelah aku selesai shalat Dzuhur dari dalam kamar aku mendengar seperti ada seseorang yang mengucap salam di depan rumah. Aku menduga bahwa itu adalah suami ku yang sengaja datang sehabis pulang berjualan ikan di pasar. Aku lekas keluar dari kamar dan menghampiri suara salam tersebut. Setibanya aku di pintu depan, aku pun mempercepat tangan ku membuka pintu sambil menjawab salam. Ternyata dugaan ku benar, tamu yang datang adalah suami ku. Dengan mengenakan peci hitam dan dan kemeja yng dia pakai aku segera mencium tangannya. Setelah itu, suami ku bertanya,"Bagaimana kabarmu Ratna?" tanya suami ku. "Alhamdulillah, Ratna baik-baik saja A" jawabku. Dan suami ku kembali bertanya,"Dimana Ibu?" dan sebelum aku menjawab pertanyaan kedua dari suami kutiba-tiba Ibu datang dari arah dapur dan membentak suami ku, "Untuk apa kamu datang ke sini?" kami berdua kaget dengan adanya Ibu yang secara tiba-tiba muncul diantara kami. Suami ku mencoba menyalami tangan Ibu sambil berucap salam, tapi Ibu mengabaikan tangan dan salam suami ku. Aku tak mengerti, mengapa Ibu sampai seperti itu.
Kegaduhan semalam seolah terjadi lagi pada siang ini. "Sudah, jangan pernah kembali lagi menemui Ratna!" ucap Ibu. "Tapi bu, apa masalahnya?" tanya suami ku pada Ibu. "Jangan tanya apa masalahnya! tapi coba pikir! apa yang telah kamu lakukan pada Ratna selama ini?" jawab Ibu. Suami ku sejenak terdiam dan kembali bertanya pada Ibu,"Masalah apa Bu?"
Aku mencoba meredakan keributan mereka dan menyuruh suami ku untuk duduk. Tapi Ibu kembali memarahi suami ku,"Jangan pernah rayu Ratna lagi untuk tinggal di rumahmu! Mulai sekarang Ratna tinggal di sini! Sudah! Pergi!" Ibu mengusir suami ku sambil mendorong tubuhnya keluar rumah. Lalu Ibu menutup rapat pintu rumah dan kembali menguncinya.
Aku masih penasaran, mengapa Ibu begitu membenci suami ku. Dan aku masih belum tahu apa yang ada dlam pikiran Ibu, sehingga Ibu mengusir suami ku dan memisahkan kami.
Lalu Ibu kembali mengunci ku di kamar. Aku tidak bisa menahan air mata ku. Padahal aku tak mau larut dalam kesedihan, karena aku sayang pada suami ku dan juga kandungan ku.
Aku mencoba memahami dari yang Ibu ucapkan pada kegaduhan tadi. Ibu begitu benci pada suami ku dan aku pun belum tahu apa sebabnya.
Meskipun rumah suami ku tak semewah rumah Ibu, tapi aku sudah cukup bahagia tinggal bersama suami ku meski pun dia hanya seorang penjual ikan di pasar. Tapi segala kebutuhan kami tercukupi. Aku merasa bersalah dan malu padanya karena sifat Ibu yang begitu membenci suami ku. Keegoisannya membuat kami terpisah dan sifatnya seolah menjadi beban di pikiran ku. Tapi aku memasrahkan segalanya pada Tuhan, dengan bersabar dan mengingat-Nya.
Rasa ingin tahu ku begitu besar. Aku ingin menanyakan segalanya pada Ibu. Aku menghampirinya setelah selesai shalat Ashar. Saat itu Ibu sedang berada di dapur, Ibu tengah sibuk memasak. Aku mulai menanyakannya pada Ibu."Bu! mengapa Ibu begitu membenci suami Ratna Bu?". Ibu hanya terdiam dan sepertinya Ibu hanya pura-pura tidak apa yang telah aku pertanyakan. Aku mengulang lagi pertanyaan itu pada Ibu dan agak sedikit mengeraskan suara ku,"Bu, mengapa Ibu begitu membenci suami Ratna Bu?", Ibu pun masih tak menjawab pertanyaan ku. Ibu hanya menoleh ke arah ku dengan matanya yang melotot. Dan aku pun kembali mempertanyaankannya," Bu...! jawab! mengapa Ibu begitu membenci suami Ratna Bu? jawab!" tanya ku sambil memegangi tangan tangannya. Ibu benar-benar tidak menghiraukan ucapan ku. Beliau pun tampaknya marah pada ku.
Sejenak aku berfikir, aku memutuskan untuk pergi manjauhi Ibu saat itu. Aku berjalan menuju luar rumah. Aku menghampiri Ayah yang sedang beristirahat di teras rumah sambil menikmati kopi hitam hangat dan rokok kreteknya. Aku menemani Ayah dengan duduk pada kursi bambu di sebelahnya.
Tanpa basa-basi, aku langsung bertanya pada Ayah, "Pak! mengapa Ibu membenci suami Ratna pak?" tanya ku pada Ayah. "Ibumu terpengaruhi dan terkena hasutan dari orang-orang" jawab Ayah. "Maksud Ayah?" tanya ku kembali. "Ibumu terkena hasutan dari orang-orang, karena mereka sering sekali melihat suamimu mengantarkan pulang seorang wanita berkerudung setelah selesai berjualan". jawab Ayah ku. "Dan yang membuat Ibumu percaya adalah saat Ibumu membuktikan langsung apa yang orang-orang bilang. Ternyata Ibumu pun melihat langsung perselingkuhan suamimu" ucap Ayah ku. Aku pun kembali menanyai Ayah,"Terus Bapak sendiri percaya?" tanya ku. Lalu beliau menjawab,"Bapak sebenarnya lebih percaya pada suamimu, karena semalam Bapak menanyakannya langsung padanya".
Aku tidak percaya kalau suami ku berbuat seperti itu. Aku percaya kalau suami ku adalah pemimpin rumah tangga yang begitu sayang pada ku. Lalu aku kembali menanyai Ayah ku." Terus apa yang suami Ratna bilang pada Ayah?" dan Ayah pun menjawab, "Wanita itu dalah sepupu suamimu dari Pandeglang yang juga berjualan dari pasar".
Dari percakapan dengan Ayah ku, aku jadi sedikit lebih tahu dan menghilangkan rasa penasaran ku. Aku bermaksud untuk memberitahukan masalah ini pada Ibu, tapi karena sikapnya begitu marah padaku maka aku pun jadi menundanya dan menunggu waktu yang tepat.
Malam harinya sekitar jam 8, kami sedang berkumpul dan kedapatan tamu. Kali ini Ayah yang membukakan pintu, dan ternyata tamu adalah suami ku. Tapi malam itu suami ku datang dengan seorang wanita berkerudung hijau muda. Mungkin inilah wanita yang tadi siang Ayah ceritakan. Wanita itu cantik sekali. Suami ku menjabat tangan Ayah dan wanita itu pun juga menyalami tangan Ayah. Lalu Ayah pun mempersilahkan mereka duduk.
Aku berdiri dan segera bergegas menuju dapur un tuk segera mengambilkan mereka air minum tapi Ibu melarang ku,"Mau kemana kamu Ratna? sudah di sini saja! tak perlu kau ambilkan mereka air minum!" ucap Ibu ku. "Bu,,,sudah, tak enak ada tamu!" sahut Ayah ku.
Watak Ibu yang keras dan tak mau mengalah membuat ku jadi takut dan hanya memilih untuk diam.
Lalu suami ku memulai pembicaraannya," Pak, bu, Ratna, sebelumnya,,,saya mohon maaf! saya datang ingin menjelaskan masalah saya dengan Annisa" ucap suami ku. Lalu Ibu memotong pembicaraannya,"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, semuanya sudah jelas" gertak Ibu. Dan suami ku kembali menyahut,""Bu, izinkan saya untuk menjelaskannya, jika Ibu tetap tak mau mendengarkannya maka semua masalahnya tak akan selesai" dan Ayah pun menambahkan pernyataan suami ku."Bu, biarkan suami Ratna bicara, ini demi kebaikan rumah tangga mereka" seru Ayah.
Saat itu aku tak tahu harus berpihak pada siapa. Aku bingung, aku memilih diam dan mendengarkan perdebatan mereka sambil mengelus-elus kandungan ku.
Kemudian dari perdebatan mereka , tiba-tiba Annisa bicara pada Ibu,"Bu, saya minta maaf karena mengganggu waktu istirahat Ibu. Dan asal Ibu tahu, saya ini adalah sepupu dari Irwan. Saya baru 2 bulan tinggal di Tangerang. Saya dari Pandeglang. Saya memang kerap sekali diantarkan pulang oleh Irwan karena saya tinggal di rumah orang tua Irwan. Dan saya juga berjualan ikan milik Irwan di pasar. Jadi, saya harap Ibu jangan terlalu curiga pada Irwan, karena saya yakin bahwa Irwan adalah menantu yang baik dan saya percaya itu". ucap Annisa pada Ibu. Tapi Ibu tetap saja pada pendiriannya dan mencerca Annisa,"Kamu, masih kecil sudah berani mengajari yang tua! sudah! kalian berdua sama saja", tuduh Ibu pada Annisa.
Sifat dan watak Ibu berbeda jauh dengan Ayah. Ibu adalah sosok yang superego, Ibu pun selalu mempermasalahkan hal kecil sehingga aku dan rumah tangga ku menjadi kacau balau gara-gara Ibu. Aku tak begitu menyalahkan Ibu. Karena aku tahu, Ibu menginginkan yang terbaik untuk ku. Tapi mengapa sikap Ibu begitu parah pada suami ku dengan selalu menuduh dan mencurigai suami ku yang bukan-bukan.
Ibu lebih percaya pada omongan orang lain daripada mempercayai anaknya sendiri. Bahkan Ibu pun termasuk orang yang membangkang pada nasihat Ayah.
Jujur! Aku ingin Ibu mati pada saat itu. Tapi, apakah aku salah jika aku berdo'a seperti itu? Dan, apakah aku termasuk anak durhaka dengan menyumpahi Ibu? Astagfirullahaladziem....
Hasil akhir dari perdebatan mereka yaitu aku sudah tak diperkenankan lagi bertemu dengan suami ku. Ibu menghancurkan rumah tangga dan kebahagiaan kami.
Aku yang tengah menunggu kelahiran anak pertama ku, harus bisa menerima perpisahan dengan Irwan. Aku serasa ingin mati. Aku dan Irwan menjadi korban pertama dari keegoisan Ibu.
Selang beberapa minggu ketika anak ku lahir, aku pun merasa bersyukur. Karena proses kelahirannya berjalan lancar dan normal. Tapi sayang, tidak ada Irwan yang menemani kala itu. Ayah ku mengadzani dan beriqamah pada telinga kanan dan telinga kiri anakku.
Hidungnya mancung percis hidung Ayahku. Dan dagunya pun seperti dagu suami ku. Tangisan anak ku yang membuat ku selalu bertahan hidup. Aku bahagia.
Aku berharap, anak ku kelak tak mengalami nasib yang sama seperti ku bila nanti berkeluarga. Anak ku laki-laki, dan Ayah memberinya nama Nawawi Al-Ghazali. Nama yang gagah.
Jumat, 07 Januari 2011
LUKA TERINDAH
Ada luka terindah yang tak bisa aku lupakan sampai saat ini. Luka yang membuatku selalu mengingat pada kisah cinta antara aku dengan Yuni. Yuni adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Dan tempat tinggalnya pun tidak begitu jauh dari rumahku.
Aku mengenal Yuni bermula dari temanku yang mengenalkan aku dengannya. Kami saling bertukar kata pada waktu itu. Aku merasa nyaman berbincang dengannya. Aku adalah orang yang mudah jatuh cinta dan mungkin perasaan ku terlalu cepat dan ku rasa ini tak pantas aku ucapkan bahwa aku jatuh cinta padanya.
Selepas hari itu, aku berkunjung ke rumahnya pada Sabtu malam sehabis aku pulang kerja. Aku pun mengetahui alamatnya dari Yuni yang memang pada hari pertama bertemu Yuni memberikannya padaku. Rumahnya tidak begitu jauh dari tempat kerjaku di Pasar Kemis, Tangerang. Dan ketika aku telah sampai di rumahnya, yang ku dapat yaitu Yuni sedang tidak berada di rumahnya. Lalu aku pun memutuskan untuk segera pulang ke rumahku. Mungkin hari itu adalah hari yang kurang pas untukku. Aku yakin, suatu hari nanti aku menemui Yuni.
Satu Minggu kemudian aku membuat janji dengan Yuni untuk bisa menemuiku. Dan Yuni pun menyanggupinya. Aku menemui Yuni di sebuah warung kecil di sebelah SDN 1 Sukamantri, Pasar Kemis, Tangerang. Aku cukup lama berbincang dengannya pada hari itu.
Ada hal yang membuat ku sedikit kecewa darinya adalah Yuni tidak mau bicara jujur bahwa dia telah memiliki seorang kekasih. Mungkin jika menceritakan hubungan mereka sejak awal, aku pun pasti tidak akan ikut campur dalam cerita cinta mereka. Karena aku lebih baik memilih mundur daripada harus merusak hubungan mereka berdua.
Aku sadar, apa yang aku lakukan dengan terus mendekatinya adalah sesuatu yang tidak pantas. Yuni pun mengetahui perasaan ku terhadapnya. Dan untuk menghargai perasaan ku, dia menjodohkan aku dengan temannya, Adelia. Tapi aku menolak dengan apa yang dia lakukan.
Pada suatu hari, Yuni menceritakan tentang ketidakharmonisan hubungan antara dia dengan kekasihnya. Yuni begitu jujur, dan dia pun menceritakan semua masalahnya pada ku. Dan aku pun selalu memberikan solusi untuknya. Yuni sempat bicara pada ku untuk mengakhiri hubungan mereka. Karena apa yang dia rasa begitu membelenggu di hatinya. Dan tanpa aku tahu, ternyata dia mengakhiri hubungannya.
Tiba pada saat ketika Yuni menelepon ku pada suatu malam sekitar jam sembilan. Aku terkejut ketika dia mengungkapkan isi hatinya pada ku. Dan ternyata dia juga mencintai ku sejak pertama bertemu. Sulit hal ini untuk aku percaya pada waktu itu, tapi aku merasa ada ketulusan dari semua ucapannya. Dan aku pun menerima cintanya karena aku juga mencintainya. Lalu kami pun memulai hubungan pada tanggal 13 Desember 2008 pada malam itu.
Aku menyempatkan untuk menemuinya bila aku libur kerja. Aku juga pernah mengajaknya ke sebuah acara festival musik di daerah Pakuhaji yang memang aku pun menjadi peserta di acara tersebut. Aku ingin Yuni mendukung ku dan juga band ku, D'Contrast. Dan aku pun juga sempat mendedikasikan lagu yang kami bawakan untuk Yuni. Meski malu tapi aku mengungkapkannya di hadapan penonton. Kenangan manis yang takkan terlupakan saat itu.
Memang tidak selamanya hubungan itu berjalan dengan indah pasti saja selalu ada rintangan yang menghalangi ku, salah satunya adalah orang tuanya. Orang tuanya tidak begitu menyukai hubungan kami. Mungkin, hal yang membuat mereka tidak merestui hubungan kami adalah dari masa lalu yang kelam yang pernah di alami ibunya. Tapi aku pun meyakinkan orang tuanya bahwa aku sungguh-sungguh mencintainya. Tapi mereka tak menghiraukan dengan apa yang aku ucapkan. Bahkan mereka pun kerap kali memarahi dan melarang Yuni untuk tidak lagi menemuiku.
Aku memaksakan untuk datang menemui Yuni ke rumahnya. Meski pun hal itu tidak begitu diperbolehkan oleh orang tuanya. Tekad ku sudah bulat, dan aku siap menerima resiko apa pun. Ternyata dugaan ku memang benar, orang tuanya memarahi ku habis-habisan. Dan hal yang paling membuat ku sedih adalah ketika orang tuanya memberitahukan ku bahwa Yuni telah dijodohkan dengan pria lain pilihan orang tuanya. Aku ragu dengan ucapan mereka, karena aku yakin bahwa Yuni masih mencintai ku. Dan aku pun beranggapan bahwa itu adalah omongan kosong belaka yang mereka buat untuk menjauhkan aku dengannya.
Beberapa cara telah aku tempuh untuk dapat menemui Yuni. Salah satunya adalah aku pernah menyuruh teman dekat Yuni untuk langsung menemui ke rumahnya, dan menceritakan tentang apa yang aku rasa padanya. Aku juga menitipkan pesan melalui teman dekatnya agar Yuni menemui ku di tempat biasa aku dan Yuni bertemu.
Aku menunggunya di sebuah pantai dan Yuni pun datang menemui ku. Kami membicarakan tentang nasib hubungan kami. Aku pun juga menanyakan kepastian tentang apa yang telah orang tuanya katakan padaku waktu itu. Dan ternyata hal itu pun memang benar adanya.
Jujur, aku tidak bisa menerima kenyataan yang aku alami saat ini. Hati ku hancur berantakan seperti terseret ombak ke lautan lepas. Dengan hati yang tercabik, aku terpaksa mengakhiri hubungan ini.
Setahun kemudian, aku mendengar kabar bahwa sampai sekarang belum ada kepastian tentang perjodohan mereka.
Apakah Yuni sengaja membohongi ku???
Ataukah Yuni pura-pura mencintai ku???
Mungkinkah ini cuma siasat orang tuanya???
*diceritakan oleh:
ABBIE
Aku mengenal Yuni bermula dari temanku yang mengenalkan aku dengannya. Kami saling bertukar kata pada waktu itu. Aku merasa nyaman berbincang dengannya. Aku adalah orang yang mudah jatuh cinta dan mungkin perasaan ku terlalu cepat dan ku rasa ini tak pantas aku ucapkan bahwa aku jatuh cinta padanya.
Selepas hari itu, aku berkunjung ke rumahnya pada Sabtu malam sehabis aku pulang kerja. Aku pun mengetahui alamatnya dari Yuni yang memang pada hari pertama bertemu Yuni memberikannya padaku. Rumahnya tidak begitu jauh dari tempat kerjaku di Pasar Kemis, Tangerang. Dan ketika aku telah sampai di rumahnya, yang ku dapat yaitu Yuni sedang tidak berada di rumahnya. Lalu aku pun memutuskan untuk segera pulang ke rumahku. Mungkin hari itu adalah hari yang kurang pas untukku. Aku yakin, suatu hari nanti aku menemui Yuni.
Satu Minggu kemudian aku membuat janji dengan Yuni untuk bisa menemuiku. Dan Yuni pun menyanggupinya. Aku menemui Yuni di sebuah warung kecil di sebelah SDN 1 Sukamantri, Pasar Kemis, Tangerang. Aku cukup lama berbincang dengannya pada hari itu.
Ada hal yang membuat ku sedikit kecewa darinya adalah Yuni tidak mau bicara jujur bahwa dia telah memiliki seorang kekasih. Mungkin jika menceritakan hubungan mereka sejak awal, aku pun pasti tidak akan ikut campur dalam cerita cinta mereka. Karena aku lebih baik memilih mundur daripada harus merusak hubungan mereka berdua.
Aku sadar, apa yang aku lakukan dengan terus mendekatinya adalah sesuatu yang tidak pantas. Yuni pun mengetahui perasaan ku terhadapnya. Dan untuk menghargai perasaan ku, dia menjodohkan aku dengan temannya, Adelia. Tapi aku menolak dengan apa yang dia lakukan.
Pada suatu hari, Yuni menceritakan tentang ketidakharmonisan hubungan antara dia dengan kekasihnya. Yuni begitu jujur, dan dia pun menceritakan semua masalahnya pada ku. Dan aku pun selalu memberikan solusi untuknya. Yuni sempat bicara pada ku untuk mengakhiri hubungan mereka. Karena apa yang dia rasa begitu membelenggu di hatinya. Dan tanpa aku tahu, ternyata dia mengakhiri hubungannya.
Tiba pada saat ketika Yuni menelepon ku pada suatu malam sekitar jam sembilan. Aku terkejut ketika dia mengungkapkan isi hatinya pada ku. Dan ternyata dia juga mencintai ku sejak pertama bertemu. Sulit hal ini untuk aku percaya pada waktu itu, tapi aku merasa ada ketulusan dari semua ucapannya. Dan aku pun menerima cintanya karena aku juga mencintainya. Lalu kami pun memulai hubungan pada tanggal 13 Desember 2008 pada malam itu.
Aku menyempatkan untuk menemuinya bila aku libur kerja. Aku juga pernah mengajaknya ke sebuah acara festival musik di daerah Pakuhaji yang memang aku pun menjadi peserta di acara tersebut. Aku ingin Yuni mendukung ku dan juga band ku, D'Contrast. Dan aku pun juga sempat mendedikasikan lagu yang kami bawakan untuk Yuni. Meski malu tapi aku mengungkapkannya di hadapan penonton. Kenangan manis yang takkan terlupakan saat itu.
Memang tidak selamanya hubungan itu berjalan dengan indah pasti saja selalu ada rintangan yang menghalangi ku, salah satunya adalah orang tuanya. Orang tuanya tidak begitu menyukai hubungan kami. Mungkin, hal yang membuat mereka tidak merestui hubungan kami adalah dari masa lalu yang kelam yang pernah di alami ibunya. Tapi aku pun meyakinkan orang tuanya bahwa aku sungguh-sungguh mencintainya. Tapi mereka tak menghiraukan dengan apa yang aku ucapkan. Bahkan mereka pun kerap kali memarahi dan melarang Yuni untuk tidak lagi menemuiku.
Aku memaksakan untuk datang menemui Yuni ke rumahnya. Meski pun hal itu tidak begitu diperbolehkan oleh orang tuanya. Tekad ku sudah bulat, dan aku siap menerima resiko apa pun. Ternyata dugaan ku memang benar, orang tuanya memarahi ku habis-habisan. Dan hal yang paling membuat ku sedih adalah ketika orang tuanya memberitahukan ku bahwa Yuni telah dijodohkan dengan pria lain pilihan orang tuanya. Aku ragu dengan ucapan mereka, karena aku yakin bahwa Yuni masih mencintai ku. Dan aku pun beranggapan bahwa itu adalah omongan kosong belaka yang mereka buat untuk menjauhkan aku dengannya.
Beberapa cara telah aku tempuh untuk dapat menemui Yuni. Salah satunya adalah aku pernah menyuruh teman dekat Yuni untuk langsung menemui ke rumahnya, dan menceritakan tentang apa yang aku rasa padanya. Aku juga menitipkan pesan melalui teman dekatnya agar Yuni menemui ku di tempat biasa aku dan Yuni bertemu.
Aku menunggunya di sebuah pantai dan Yuni pun datang menemui ku. Kami membicarakan tentang nasib hubungan kami. Aku pun juga menanyakan kepastian tentang apa yang telah orang tuanya katakan padaku waktu itu. Dan ternyata hal itu pun memang benar adanya.
Jujur, aku tidak bisa menerima kenyataan yang aku alami saat ini. Hati ku hancur berantakan seperti terseret ombak ke lautan lepas. Dengan hati yang tercabik, aku terpaksa mengakhiri hubungan ini.
Setahun kemudian, aku mendengar kabar bahwa sampai sekarang belum ada kepastian tentang perjodohan mereka.
Apakah Yuni sengaja membohongi ku???
Ataukah Yuni pura-pura mencintai ku???
Mungkinkah ini cuma siasat orang tuanya???
*diceritakan oleh:
ABBIE
Kamis, 06 Januari 2011
YANG TERAKHIR UNTUKNYA
Bayangan itu selalu datang
Sejak semalam dan mengganggu tidur ku
Aku akui, wajah dan senyumnya aku rindukan
Wangi tubuhnya yang membuatku terpesona
Aku ingin mencumbunya sepanjang malam
Memuaskan nafsu ku yang terpendam
Aku ingin menciumnya tanpa lepas
Dan membiarkan khayalku terbang lepas
Tapi engkau jauh
Dan tak mungkin aku menemuimu
Aku rindu
Rindu belah bibirmu
Rindu senyum manismu
Rindu dekap tubuhmu
Ya Tuhan... temukan aku dengannya
Jadikan aku kekasihnya
Jadikan aku pendampingnya
Yang terakhir untuknya......!!!
Sejak semalam dan mengganggu tidur ku
Aku akui, wajah dan senyumnya aku rindukan
Wangi tubuhnya yang membuatku terpesona
Aku ingin mencumbunya sepanjang malam
Memuaskan nafsu ku yang terpendam
Aku ingin menciumnya tanpa lepas
Dan membiarkan khayalku terbang lepas
Tapi engkau jauh
Dan tak mungkin aku menemuimu
Aku rindu
Rindu belah bibirmu
Rindu senyum manismu
Rindu dekap tubuhmu
Ya Tuhan... temukan aku dengannya
Jadikan aku kekasihnya
Jadikan aku pendampingnya
Yang terakhir untuknya......!!!
Selasa, 04 Januari 2011
TIM AMATIR
Ada hal yang membuat ku begitu menyukai sepak bola, saat kecil aku sempat bercita-cita ingin menjadi pemain bola profesional. Tapi bagi ku itu adaah termustahil yang takkan pernah terjadi. Hasrat ku untuk bermain sepak bola saat itu muncul ketika aku masih berumur 7 Tahun. Aku sering bermain sepak bola bersama teman-teman sebayaku pada sebidang lapangan bekas kebun timun. Kami bermain tanpa sepatu bola pada lapangan yang cukup luas, meski pun luasnya tidak memenuhi standar kelayakan sebuah lapangan. Kami sering bermain pada waktu pagi dan petang. Lapangan itu cukup dari rumah kami, jadi kami pun dengan semangatnya bermain sepak bola setiap hari.
Kami adalah tim muda amatir yang belum tahu dengan tekhnik dan taktik dalam bermain sepak bola. Meski pun ada beberapa anak diantara kami yang masuk SSB(Sekolah Sepak Bola). Dari hal itulah aku ingin belajar lebih jauh tentang sepak bola. Aku sempat meminta izin pada nenek ku agar aku bisa masuk SSB. Tapi nenek menolak permintaan ku. Segala sesuatunya aku memang selalu memohon izin kepada nenek. Karena aku sudah tak lagi tinggal bersama kedua orang tua ku sejak aku berumur 3 tahun. Aku tak bisa menerima keputusan nenek. Aku sedih. Dan sejak itu pun aku tak lagi diperbolehkan bermain sepak bola bersama teman-teman ku.
Hal yang semakin membuat aku sedih adalah ketika diadakannya kompetisi anatar Rt untuk usia di bawah 9 tahun. Temen-teman ku mewakili untuk Rt 001/002. Semua teman-teman ku bermain dengan semangatnya tapi aku hanya memberikan dukungan pada mereka di pinggir lapangan. Dan sayangnya, tim perwakilan Rt kami harus gugur di perempat final.
Ambisi ku untuk bisa bermain sepak bola semakin menjadi. Untuk kedua kalinya aku memohon izin kepada nenek ku untuk membiayai ku bila aku diperbolehkan untuk mengecap pendidikan di SSB. Tapi jawaban yang sama pun yang masih aku dengar, nenek kembali menolak sambil memarahi ku. Dan aku pun menangis waktu itu, tapi nenek tak mempedulikan air mata dan niat terbesar ku untuk dapat belajar di SSB. Dan ambisi ku pun aku pendam untuk sementara.
Selang beberapa tahun ketiuka aku telah masuk kerja, teman-teman ku dipromosikan ke tim divisi 2 Persita Tangerang, tapi diantara mereka tidak ada yang bertahan lama karena ada beberapa hal yang membuat mereka keluar dari tim. Dan kabar tentang teman-teman ku ini juga memanggil kembali ambisi ku yang beberapa tahun lalu sempat ditenggelamkan oleh keegoisan nenek. Aku memutuskan untuk belajar bermain sepak bola meski tanpa masuk SSB. Aku bermain dengan tim amatir Retak United yang keberadaan tim ini tidaklah jauh dari rumah ku.
Sepatu bola pertama yang aku beli adalah "Nobleman" dengan harga saat itu Rp. 120.000,- yang aku beli dari separuh uang gaji ku. Aku menyempatkan membeli sepatu bola hanya untuk merealisasikan mimpi ku dari aku kecil, yaitu "Aku ingin bisa dan terbiasa bermain sepak bola".
Sehabis aku pulang kerja aku menyempatkan untuk bermain sepak bola bersama tim Retak United. Tim ini membiasakan latih tanding keluar desa kami, tepatnya di desa pinggir pantai Tangerang Utara. Seandainya kebun timun yang dulu tempat biasa aku bermain sepak bola tidak dijadikan tambak ikan, mungkin kami lebih memilih lapangan tersebut dan tidak perlu jauh-jauh tandang ke desa sebelah.
Selain bermain sepak bola di Retak United, aku pun ikut bergabung dengan tim sepak bola di tempat ku bekerja, namanya PVC FC. Dengan bakat yang pas-pasan dan ambisi besar ku aku tanpa malu ikut bergabung. Meski hanya jadi pemain cadangan tapi aku begitu banyak mendapat ilmu tentang sepak bola di PVC FC. Aku jadi lebih tahu tentang tekhnik dan taktik bermain sepak bola. Tiap Minggu pagi pun aku selalu hadir untuk ikut berlatih. Awalnya aku ragu dengan kemampuan ku, tapi setelah aku tahu ternyata ada yang lebih tidak tahu bermain sepak bola dari pada aku. Aku cukup puas dengan kegiatan ku saat itu, dengan bisa bergabung di Retak United dan PVC FC. Meski sering menguras tenaga dan menyita waktu ku, tapi aku sering mendapat nilai lebih dari itu semua.
Saat bermain sepak bola, aku lebih suka pada full-back kiri atau full-back kanan. Aku pun sering beradu sprint, berduel di udara dengan para striker lawan yang tentu lebih mahir dari ku. Tapi aku puas dengan hal tersebut, karena itu begitu menantang untuk ku.
Aku adalah pebola amatir yang masih perlu banyak belajar dari orang lain. Maka aku pun membiasakan diri untuk menonton pertandingan sepak bola meski pun hanya melalui pesawat televisi. Acara sport yang paling aku sukai adalah English Primer League dan Europa Champions League. Dan klub eropa yang paling aku gemari adalah Chelsea.
Dari sepak bola aku jadi lebih tahu tentang sifat dan kepribadian ku. Aku lebih mudah terpengaruh dengan keadaan, aku begitu peka dan emosional. Tapi karena sepak bola aku jadi lebih bisa mengontrol diri.
Ketika kontrak kerjaku berakhir dan Retak United telah pasif, ambisiku untuk bermain sepak bola pun tak pernah padam. Akupun memutuskan untuk bergabung dengan Benteng Satria. Tim ini berisi pemain jebolan SSB yang dulu sempat aku idam-idamkan. Tiap Kamis, Jum'at, Sabtu dan Minggu pada jam 4 sore aku berlatih tanding dengan para pemain Benteng Satria. Fisik mereka cukup kuat dan lari mereka pun cukup cepat serta dihiasi oleh umpan-umpan yang indah. Sulit buat ku untuk dapat menyamai skill mereka. Tapi tak pernah menyerah, aku membiasakan lari pagi sehabis shalat Shubuh, dan aku pun membiasakan skipping setelah berlari. Hal inipun masih aku lakukan setiap pagi. Aku seperti menyiksa diri ku sendiri. Tapi bagi ku ini adalah sebuah prinsip." Aku hanya ingin bisa dan terbiasa bermain sepak bola". Meski hanya bermain di tim-B, tapi menurut ku ini adalah anugerah terindah dari Tuhan yang Maha Penyayang.
Tak penting bagi ku saat ini untuk bisa menjadi pemain bola profesional karena itu adalah hal yang mustahil untuk orang seperti ku. Tapi yang terpenting untuk ku adalah kebahagiaan ku di dalam lapangan dan di luar lapangan.
Kami adalah tim muda amatir yang belum tahu dengan tekhnik dan taktik dalam bermain sepak bola. Meski pun ada beberapa anak diantara kami yang masuk SSB(Sekolah Sepak Bola). Dari hal itulah aku ingin belajar lebih jauh tentang sepak bola. Aku sempat meminta izin pada nenek ku agar aku bisa masuk SSB. Tapi nenek menolak permintaan ku. Segala sesuatunya aku memang selalu memohon izin kepada nenek. Karena aku sudah tak lagi tinggal bersama kedua orang tua ku sejak aku berumur 3 tahun. Aku tak bisa menerima keputusan nenek. Aku sedih. Dan sejak itu pun aku tak lagi diperbolehkan bermain sepak bola bersama teman-teman ku.
Hal yang semakin membuat aku sedih adalah ketika diadakannya kompetisi anatar Rt untuk usia di bawah 9 tahun. Temen-teman ku mewakili untuk Rt 001/002. Semua teman-teman ku bermain dengan semangatnya tapi aku hanya memberikan dukungan pada mereka di pinggir lapangan. Dan sayangnya, tim perwakilan Rt kami harus gugur di perempat final.
Ambisi ku untuk bisa bermain sepak bola semakin menjadi. Untuk kedua kalinya aku memohon izin kepada nenek ku untuk membiayai ku bila aku diperbolehkan untuk mengecap pendidikan di SSB. Tapi jawaban yang sama pun yang masih aku dengar, nenek kembali menolak sambil memarahi ku. Dan aku pun menangis waktu itu, tapi nenek tak mempedulikan air mata dan niat terbesar ku untuk dapat belajar di SSB. Dan ambisi ku pun aku pendam untuk sementara.
Selang beberapa tahun ketiuka aku telah masuk kerja, teman-teman ku dipromosikan ke tim divisi 2 Persita Tangerang, tapi diantara mereka tidak ada yang bertahan lama karena ada beberapa hal yang membuat mereka keluar dari tim. Dan kabar tentang teman-teman ku ini juga memanggil kembali ambisi ku yang beberapa tahun lalu sempat ditenggelamkan oleh keegoisan nenek. Aku memutuskan untuk belajar bermain sepak bola meski tanpa masuk SSB. Aku bermain dengan tim amatir Retak United yang keberadaan tim ini tidaklah jauh dari rumah ku.
Sepatu bola pertama yang aku beli adalah "Nobleman" dengan harga saat itu Rp. 120.000,- yang aku beli dari separuh uang gaji ku. Aku menyempatkan membeli sepatu bola hanya untuk merealisasikan mimpi ku dari aku kecil, yaitu "Aku ingin bisa dan terbiasa bermain sepak bola".
Sehabis aku pulang kerja aku menyempatkan untuk bermain sepak bola bersama tim Retak United. Tim ini membiasakan latih tanding keluar desa kami, tepatnya di desa pinggir pantai Tangerang Utara. Seandainya kebun timun yang dulu tempat biasa aku bermain sepak bola tidak dijadikan tambak ikan, mungkin kami lebih memilih lapangan tersebut dan tidak perlu jauh-jauh tandang ke desa sebelah.
Selain bermain sepak bola di Retak United, aku pun ikut bergabung dengan tim sepak bola di tempat ku bekerja, namanya PVC FC. Dengan bakat yang pas-pasan dan ambisi besar ku aku tanpa malu ikut bergabung. Meski hanya jadi pemain cadangan tapi aku begitu banyak mendapat ilmu tentang sepak bola di PVC FC. Aku jadi lebih tahu tentang tekhnik dan taktik bermain sepak bola. Tiap Minggu pagi pun aku selalu hadir untuk ikut berlatih. Awalnya aku ragu dengan kemampuan ku, tapi setelah aku tahu ternyata ada yang lebih tidak tahu bermain sepak bola dari pada aku. Aku cukup puas dengan kegiatan ku saat itu, dengan bisa bergabung di Retak United dan PVC FC. Meski sering menguras tenaga dan menyita waktu ku, tapi aku sering mendapat nilai lebih dari itu semua.
Saat bermain sepak bola, aku lebih suka pada full-back kiri atau full-back kanan. Aku pun sering beradu sprint, berduel di udara dengan para striker lawan yang tentu lebih mahir dari ku. Tapi aku puas dengan hal tersebut, karena itu begitu menantang untuk ku.
Aku adalah pebola amatir yang masih perlu banyak belajar dari orang lain. Maka aku pun membiasakan diri untuk menonton pertandingan sepak bola meski pun hanya melalui pesawat televisi. Acara sport yang paling aku sukai adalah English Primer League dan Europa Champions League. Dan klub eropa yang paling aku gemari adalah Chelsea.
Dari sepak bola aku jadi lebih tahu tentang sifat dan kepribadian ku. Aku lebih mudah terpengaruh dengan keadaan, aku begitu peka dan emosional. Tapi karena sepak bola aku jadi lebih bisa mengontrol diri.
Ketika kontrak kerjaku berakhir dan Retak United telah pasif, ambisiku untuk bermain sepak bola pun tak pernah padam. Akupun memutuskan untuk bergabung dengan Benteng Satria. Tim ini berisi pemain jebolan SSB yang dulu sempat aku idam-idamkan. Tiap Kamis, Jum'at, Sabtu dan Minggu pada jam 4 sore aku berlatih tanding dengan para pemain Benteng Satria. Fisik mereka cukup kuat dan lari mereka pun cukup cepat serta dihiasi oleh umpan-umpan yang indah. Sulit buat ku untuk dapat menyamai skill mereka. Tapi tak pernah menyerah, aku membiasakan lari pagi sehabis shalat Shubuh, dan aku pun membiasakan skipping setelah berlari. Hal inipun masih aku lakukan setiap pagi. Aku seperti menyiksa diri ku sendiri. Tapi bagi ku ini adalah sebuah prinsip." Aku hanya ingin bisa dan terbiasa bermain sepak bola". Meski hanya bermain di tim-B, tapi menurut ku ini adalah anugerah terindah dari Tuhan yang Maha Penyayang.
Tak penting bagi ku saat ini untuk bisa menjadi pemain bola profesional karena itu adalah hal yang mustahil untuk orang seperti ku. Tapi yang terpenting untuk ku adalah kebahagiaan ku di dalam lapangan dan di luar lapangan.
LAGU PERTAMA
Saat itu aku masih berumur 13 tahun. Aku selalu mendengar lantunan nada-nada gitar yang di mainkan oleh remaja di dekat rumahku, namanya Zen. Yang memang Zen begitu mahir memainkan alat musik petik tersebut. Lagu pertama yang sering aku dengar dari yang Zen nyanyikan adalah "November Rain" dari "Gun's N Roses". Aku tersentuh mendengar lagu itu, meskipun aku tidak begitu faham akan arti dan makna lagu tersebut.
Dari keseringanku mendengar lagu itu setiap malam yang sering Zen nyanyikan, tersirat dalam benakkuuntuk bisa menyanyikan lagu "November Rain". Aku pun segera meminta Zen mengajari aku bermain gitar. Tak lama, Zen pun memberikan ku selembar kertas. Sesaat aku tak mengerti apa yang Zen maksud. Ternyata pada kertas tersebut bertuliskan beberapa kalimat dengan menggunakan bahasa Inggris. Zen pun menegaskan pada ku bahwa kalimat itu adalah lirik lagu "Novenber Rain".
Saat itu aku tak bisa membaca kata-kata dalam bahasa Inggris. Dan aku pun memintanya agar mengajarkan cara membacanya. Maklumlah, saat itu disekolah ku tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris, jadi aku tak terlalu mahir membacanya. Zen pun memaklumi keadaan ku, dan Zen pun berpesan kepada ku agar aku mempelajari terlebih dahulu cara membaca dan menguasai grammar bahasa Inggris. Karena, sedikit saja aku salah membacanya maka makna dari kalimat tersebut akan berubah dan berbeda.
Hmmmm,,,,memang cukup rumit untuk anak seumuran ku, tapi aku takkan pernah menyerah untuk mempelajari bahsa Inggris. Untuk membuktikan kesungguhan ku, aku membeli kamus kecil bahasa Inggris yang aku beli di pasar tradisional yamg lumayan jauh dari rumah ku. Saat itu harganya pun masih Rp. 5000,-. Ketika aku telah mempunyai kamus, aku kerap kali mencoba untuk menterjemahkan kata demi kata pada lagu "Novenber Rain". Dan karena hal inilah yang membuatku menjadi suka pada bahasa Inggris.
Setelah aku cukup hafal dengan lirik lagu "November Rain" aku sering ikut bernyanyi bersama Zen setiap malam. Padahal anak seumuran ku yang lain tidak ada yang tahu dan peduli dengan lagu "November Rain". tapi bagi ku, keinginan ku terpenuhi.
Keesokan harinya, Zen mengajak ku ke rumahnya sehabis aku pulang sekolah. Waktu itu aku sekolah pagi jadi banyak waktu luang sehabis pulang sekolah. Zen menunjukkan beberapa koleksi kaset tape-nya. Aku tak tahu betul dengan nama-nama band atau penyanyi dari kaset tape yang Zen putarkan pada radio tape-nya yang telah berdebu.
Zen menyebutkan nama-nama band dan penyanyi yang Zen koleksi. Zen sempat menyebutkan nama: "Radiohead, Elthon John, Red Hot Chili Peppers, Shakira, The Cranberries, Mariah Carey, Coldplay dan Muse". Beberapa pengetahuan yang cukup berharga buat ku waktu itu.
Ketika aku cukup tahu dengan lagu-lagu yang Zen tunjukkan , aku menginginkan agar bisa menyanyikannya dengan memainkan gitar. Saat itu Zen mulai mengajari ku beberapa chord gitar, seperti Am dan Em. "Itu tahap awal", ucap Zen. Lalu setelah aku bisa memainkan chord Am dan Em, Zen juga mengajari ku beberapa chord yang lain, seperti: G, Bm, A, F, Cm, F#m, C#m, C, D, Bb, Dm, Bbm, Fm dan E. Hanya itu yang Zen ajarkan pada ku.
Aku terlalu sering belajar bermain gitar daripada bermain bersama anak-anak lain seumuran ku sehabis pulang sekolah. Dari gitar yang Zen pinjamkan pada ku, aku terus mempelajari lagu-lagu yang Zen ajarkan pada ku. Lagu pertama yang aku bisa dari hasil berlatih ku bermain gitar adalah lagu "Radiohead" yang berjudul "Creep", meski pun saat itu aku lebih suka pada lagu "November Rain".
Zen meminta ku agar aku mempelajari chord dan lagu-lagu dari band lain, termasuk band Indonesia agar aku lebih pandai bermain gitar. Zen pun sering memberikanku lirik lengkap serta chord-nya pada ku.
Satu pesan yang masih teringat dan sering aku lakukan sampai sekarang adalah "Potong kuku-kuku jari, agar nada yang didapat lebih jernih dan keras". Sebuah tips kesehatan yang berguna untukku.
Dari keseringanku mendengar lagu itu setiap malam yang sering Zen nyanyikan, tersirat dalam benakkuuntuk bisa menyanyikan lagu "November Rain". Aku pun segera meminta Zen mengajari aku bermain gitar. Tak lama, Zen pun memberikan ku selembar kertas. Sesaat aku tak mengerti apa yang Zen maksud. Ternyata pada kertas tersebut bertuliskan beberapa kalimat dengan menggunakan bahasa Inggris. Zen pun menegaskan pada ku bahwa kalimat itu adalah lirik lagu "Novenber Rain".
Saat itu aku tak bisa membaca kata-kata dalam bahasa Inggris. Dan aku pun memintanya agar mengajarkan cara membacanya. Maklumlah, saat itu disekolah ku tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris, jadi aku tak terlalu mahir membacanya. Zen pun memaklumi keadaan ku, dan Zen pun berpesan kepada ku agar aku mempelajari terlebih dahulu cara membaca dan menguasai grammar bahasa Inggris. Karena, sedikit saja aku salah membacanya maka makna dari kalimat tersebut akan berubah dan berbeda.
Hmmmm,,,,memang cukup rumit untuk anak seumuran ku, tapi aku takkan pernah menyerah untuk mempelajari bahsa Inggris. Untuk membuktikan kesungguhan ku, aku membeli kamus kecil bahasa Inggris yang aku beli di pasar tradisional yamg lumayan jauh dari rumah ku. Saat itu harganya pun masih Rp. 5000,-. Ketika aku telah mempunyai kamus, aku kerap kali mencoba untuk menterjemahkan kata demi kata pada lagu "Novenber Rain". Dan karena hal inilah yang membuatku menjadi suka pada bahasa Inggris.
Setelah aku cukup hafal dengan lirik lagu "November Rain" aku sering ikut bernyanyi bersama Zen setiap malam. Padahal anak seumuran ku yang lain tidak ada yang tahu dan peduli dengan lagu "November Rain". tapi bagi ku, keinginan ku terpenuhi.
Keesokan harinya, Zen mengajak ku ke rumahnya sehabis aku pulang sekolah. Waktu itu aku sekolah pagi jadi banyak waktu luang sehabis pulang sekolah. Zen menunjukkan beberapa koleksi kaset tape-nya. Aku tak tahu betul dengan nama-nama band atau penyanyi dari kaset tape yang Zen putarkan pada radio tape-nya yang telah berdebu.
Zen menyebutkan nama-nama band dan penyanyi yang Zen koleksi. Zen sempat menyebutkan nama: "Radiohead, Elthon John, Red Hot Chili Peppers, Shakira, The Cranberries, Mariah Carey, Coldplay dan Muse". Beberapa pengetahuan yang cukup berharga buat ku waktu itu.
Ketika aku cukup tahu dengan lagu-lagu yang Zen tunjukkan , aku menginginkan agar bisa menyanyikannya dengan memainkan gitar. Saat itu Zen mulai mengajari ku beberapa chord gitar, seperti Am dan Em. "Itu tahap awal", ucap Zen. Lalu setelah aku bisa memainkan chord Am dan Em, Zen juga mengajari ku beberapa chord yang lain, seperti: G, Bm, A, F, Cm, F#m, C#m, C, D, Bb, Dm, Bbm, Fm dan E. Hanya itu yang Zen ajarkan pada ku.
Aku terlalu sering belajar bermain gitar daripada bermain bersama anak-anak lain seumuran ku sehabis pulang sekolah. Dari gitar yang Zen pinjamkan pada ku, aku terus mempelajari lagu-lagu yang Zen ajarkan pada ku. Lagu pertama yang aku bisa dari hasil berlatih ku bermain gitar adalah lagu "Radiohead" yang berjudul "Creep", meski pun saat itu aku lebih suka pada lagu "November Rain".
Zen meminta ku agar aku mempelajari chord dan lagu-lagu dari band lain, termasuk band Indonesia agar aku lebih pandai bermain gitar. Zen pun sering memberikanku lirik lengkap serta chord-nya pada ku.
Satu pesan yang masih teringat dan sering aku lakukan sampai sekarang adalah "Potong kuku-kuku jari, agar nada yang didapat lebih jernih dan keras". Sebuah tips kesehatan yang berguna untukku.
ELEGI SI RAJA TIDUR
Sampai saat ini aku masih bingung
Aku lebih banyak diam daripada berbicara
Dan akupun lebih sering melamun
Hal apa yang membuatku seperti ini?
Apakah aku rindu pada seseorang?
Ataukah aku membutuhkan sesuatu?
Aku cukup bahagia dengan yang ada sekarang
Meskipun aku jauh dengan orang yang ku sayang
Tapi salahkah aku bila aku mengasingkan diriku?
Aku sering terluka bila keluar rumah
Dan akupun selalu merana jika berada dalam rumah
Lingkungan sekitarku seperti membunuhku
Dengan menghimpit dadaku atau menjambak rambutku....
Ya Allah,,,, Aku ikhlas!!!
Aku lebih banyak diam daripada berbicara
Dan akupun lebih sering melamun
Hal apa yang membuatku seperti ini?
Apakah aku rindu pada seseorang?
Ataukah aku membutuhkan sesuatu?
Aku cukup bahagia dengan yang ada sekarang
Meskipun aku jauh dengan orang yang ku sayang
Tapi salahkah aku bila aku mengasingkan diriku?
Aku sering terluka bila keluar rumah
Dan akupun selalu merana jika berada dalam rumah
Lingkungan sekitarku seperti membunuhku
Dengan menghimpit dadaku atau menjambak rambutku....
Ya Allah,,,, Aku ikhlas!!!
RUMAHKU NERAKAKU
Jika semua orang mempercayai tentang istilah "rumahku adalah syurgaku", tapi bagiku hal itu adalah dusta belaka. Bagi ku rumah ku terasa seperti neraka ku. Aku berbicara jujur dan seadanya. Aku seperti tawanan yang dipenjara seumur hidup karena segala yang aku lakukan selalu dibatasi.
Kedua orang tua ku telah bercerai ketika aku masih berumur 3 tahun. Ibu ku adalah seorang TKW dan menjadi pramuwisma disebuah negara di Timur Tengah. Ayah ku hanya seorang petani yang telah menikah lagi dengan wanita pilihannya. Sedangkan aku tinggal bersama paman-bibiku juga dengan seorang nenek tua yang memiliki watak keras kepala, egois dan tempramental.
Hidup ku begitu pahit untuk dijalani. Aku adalah anak semata wayang yang jarang mendapat perhatian, kasih sayang dan cinta dari kedua orang tua ku. Hari-hari ku hanya dikelilingi oleh amarah, kebencian dan ketakutan. Terlalu banyak tangis daripada tawa yang terbahak. Begitu kerasnya kehidupan yang aku dapatkan jika ada di dalam rumah.
Seharusnya ibu berada di sisi ku saat ini, memberikan kasih sayangnya secara langsung kepada ku, dan juga ayah yang seharusnya ada menemani ku setiap hari untuk ku dengan memberikan aku petuah atau pesan moral untuk ku agar aku bisa jalani hidup dengan kuat dan tidak menjadi pria lemah seperti sekarang.
Nenek ku adalah orang yang kerap kali menyiksa hati dan perasaan ku dan karena beliaulah penyebab dari perceraian orang tua ku. Beliau terlalu arogan terhadap anak-anaknya, termasuk aku, cucunya. Sedangkan paman-bibiku adalah 2 pribadi yang tak tahu diri dan rasa terima kasih. Padahal mereka hanyalah benalu di rumah kami.
Paman ku adalah orang yang paling tega pada ku dan ibu ku. Hal ini terbukti ketika beberapa tahun yang lalu saat ibu mengirimkan uang untuk kebutuhan ku. Ibu mengirimkannya pada paman karena lebih mengerti cara mengambil uang kiriman dari luar negri di bank. Karena saat itu yang ku pikirkan hanya sekolah jadi aku belum mengerti dengan hal tersebut. Uang yang ibu kirimkan itu lumayan besar, tapi diam-diam paman memakainya tanpa sepengetahuan ibu, aku, dan nenek ku. Dan paman pun berdalih bahwa uang yang ibu kirimkan adalah sekian Rupiah. Tapi aku dan nenek mempercayai itu, padahal yang ibu kirimkan 2x lipat dari yang paman ucapkan. Paman membohongi aku dan nenek ku. Dan paman pun sering melakukan hal yang sama setiap ibu mengirimkan uang. Sebuah kelakuan yang tidak terpuji dengan selalu menggerogoti hak yang seharusnya aku dapatkan.
Karena merasa cukup dengan uang yang paman miliki, paman pun membelikannya pada sebidang tanah dan menjadikannya sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah nenek. Nenek merasa bingung, darimana uang yang paman dapatkan sedangkan paman hanya bekerja sebagai tukang sablon yang berpenghasilan tidak terlalu besar. Nenek pun sempat mempertanyakannya, tapi paman menjawab bahwa uang yang paman miliki adalah tabungan dari hasil bekerja. Nenek pun mempercayainya meski pun telah dibohongi oleh paman.
Keganjilan ini pun terungkap ketika ibu kembali pulang ke Indonesia. Ibu ku mengetahui bahwa separuh dari jumlah uang yang ibu kirimkan dipakai paman untuk membangun rumah, padahal uang itu dikirimkan untuk membiayai sekolah ku dan untuk makan sehari-hari. Ibu ku menangis dan memarahi paman yang tak tahu malu karena telah memakai uang tanpa sepengetahuan ibu. Paman pun berjanji untuk mengembalikan jumlah uang yang telah paman pakai. Dengan keadaan yang sudah terlanjur, ibu pun memegang janji paman.Paman adalah anak paling tua jadi ibupun dengan mudahnya memaafkan kesalahan paman meskipun kesal pada perlakuan paman.
Dengan uang yang ibu punya, Ibu merenovasi rumah nenek yang saat itu masih menggunakan dinding dari anyaman bambu yang di buat oleh almarhum kakek ku. Ibu menjadikan rumah nenek lebih megah dari rumah paman. Dengan pekarangan yang lebih luas dan jumlah kamar yang lebih banyak. Aku pun cukup nyaman dan betah tinggal di rumah baru ku. Tapi kebahagiaan ku membuat iri hati paman. Paman menjual rumahnya dengan beberapa alasan yang kurang masuk akal.
Ketika ibu telah tidak tinggal lagi bersama kami dan ibu pun memutuskan untuk kembali mencari uang dengan kembali menjadi TKW. Ada kesempatan besar buat paman dengan ketidakhadirannya ibu di rumah. Ketika paman telah resmi menjual rumahnya, paman beserta keluarganya kembali mengisi kamar kosong di rumah kami. Seandainya ibu masih ada di rumah mungkin hal ini tidak aka pernah terjadi. Tapi patut di sayangkan, ibu hanya tinggal 2 tahun bersama ku di Indonesia. Awalnya mereka hanya tinggal untuk sementara tapi sudah lebih dari 7 tahun mereka menepati rumah kami. Aku merasa muak pada mereka. Kebebasanku hilang dengan adanya mereka. Akupun sering menyarankan kepada nenek untuk menyuruh paman menyuruh paman membeli rumah karena yang aku tahu mereka pasti masih memiliki uang yang mereka dapat dari hasil menjual rumah. Tapi ucapan nenek pun tak pernah paman dengar, paman bersikeras untuk tetap tinggal di rumah kami.
Penderitaan ku kembali bertambah oleh sifat tamak dan serakah dari bibi ku, istri paman. Menurutku mereka adalah dua sejoli yang sangat cocok, karena sama-sama memiliki sifat yang merugikan orang lain. Bibi ku mulai menguasai hal-hal kecil dalam rumah, termasuk barang-barang elektronik yang dibeli oleh ibu. Bahkan ketika aku ingin menonton televisi saja aku harus bertamu ke rumah tetangga ku. Subhanallah. Dan yang lebih parah lagi, kami tidak makan pada satu meja makan yang sama. Kami dan mereka seperti hidup bertetangga tapi masih dalam satu atap. Seharusnya mereka sadar , bahwa mereka hanya menumpang di rumah kami, tapi mereka tak tahu malu.
Astagfirullahaladziem.....
Banyak hal yang aku dapat dari sifat keegoisan nenek, ketamakan dan keserakahan paman-bibiku. Aku jadi lebih tahu bahwa hidup hanya bisa dilalui dengan tenang dan bersabar. Karena aku tahu, Tuhan menyayangi hamba-hambanya yang bersabar.
Saat ini mungkin Tuhan sedang menguji hati ku dengan menjadikan rumah yang aku tempati sebagai neraka ku di dunia. Dan mudah-mudahan Tuhan membalasnya dengan memberikan ku istana yang megah di syurga yang tidak ditinggali oleh orang tamak dan serakah.
Alhamdulillahirabbilalamin..........
Kedua orang tua ku telah bercerai ketika aku masih berumur 3 tahun. Ibu ku adalah seorang TKW dan menjadi pramuwisma disebuah negara di Timur Tengah. Ayah ku hanya seorang petani yang telah menikah lagi dengan wanita pilihannya. Sedangkan aku tinggal bersama paman-bibiku juga dengan seorang nenek tua yang memiliki watak keras kepala, egois dan tempramental.
Hidup ku begitu pahit untuk dijalani. Aku adalah anak semata wayang yang jarang mendapat perhatian, kasih sayang dan cinta dari kedua orang tua ku. Hari-hari ku hanya dikelilingi oleh amarah, kebencian dan ketakutan. Terlalu banyak tangis daripada tawa yang terbahak. Begitu kerasnya kehidupan yang aku dapatkan jika ada di dalam rumah.
Seharusnya ibu berada di sisi ku saat ini, memberikan kasih sayangnya secara langsung kepada ku, dan juga ayah yang seharusnya ada menemani ku setiap hari untuk ku dengan memberikan aku petuah atau pesan moral untuk ku agar aku bisa jalani hidup dengan kuat dan tidak menjadi pria lemah seperti sekarang.
Nenek ku adalah orang yang kerap kali menyiksa hati dan perasaan ku dan karena beliaulah penyebab dari perceraian orang tua ku. Beliau terlalu arogan terhadap anak-anaknya, termasuk aku, cucunya. Sedangkan paman-bibiku adalah 2 pribadi yang tak tahu diri dan rasa terima kasih. Padahal mereka hanyalah benalu di rumah kami.
Paman ku adalah orang yang paling tega pada ku dan ibu ku. Hal ini terbukti ketika beberapa tahun yang lalu saat ibu mengirimkan uang untuk kebutuhan ku. Ibu mengirimkannya pada paman karena lebih mengerti cara mengambil uang kiriman dari luar negri di bank. Karena saat itu yang ku pikirkan hanya sekolah jadi aku belum mengerti dengan hal tersebut. Uang yang ibu kirimkan itu lumayan besar, tapi diam-diam paman memakainya tanpa sepengetahuan ibu, aku, dan nenek ku. Dan paman pun berdalih bahwa uang yang ibu kirimkan adalah sekian Rupiah. Tapi aku dan nenek mempercayai itu, padahal yang ibu kirimkan 2x lipat dari yang paman ucapkan. Paman membohongi aku dan nenek ku. Dan paman pun sering melakukan hal yang sama setiap ibu mengirimkan uang. Sebuah kelakuan yang tidak terpuji dengan selalu menggerogoti hak yang seharusnya aku dapatkan.
Karena merasa cukup dengan uang yang paman miliki, paman pun membelikannya pada sebidang tanah dan menjadikannya sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah nenek. Nenek merasa bingung, darimana uang yang paman dapatkan sedangkan paman hanya bekerja sebagai tukang sablon yang berpenghasilan tidak terlalu besar. Nenek pun sempat mempertanyakannya, tapi paman menjawab bahwa uang yang paman miliki adalah tabungan dari hasil bekerja. Nenek pun mempercayainya meski pun telah dibohongi oleh paman.
Keganjilan ini pun terungkap ketika ibu kembali pulang ke Indonesia. Ibu ku mengetahui bahwa separuh dari jumlah uang yang ibu kirimkan dipakai paman untuk membangun rumah, padahal uang itu dikirimkan untuk membiayai sekolah ku dan untuk makan sehari-hari. Ibu ku menangis dan memarahi paman yang tak tahu malu karena telah memakai uang tanpa sepengetahuan ibu. Paman pun berjanji untuk mengembalikan jumlah uang yang telah paman pakai. Dengan keadaan yang sudah terlanjur, ibu pun memegang janji paman.Paman adalah anak paling tua jadi ibupun dengan mudahnya memaafkan kesalahan paman meskipun kesal pada perlakuan paman.
Dengan uang yang ibu punya, Ibu merenovasi rumah nenek yang saat itu masih menggunakan dinding dari anyaman bambu yang di buat oleh almarhum kakek ku. Ibu menjadikan rumah nenek lebih megah dari rumah paman. Dengan pekarangan yang lebih luas dan jumlah kamar yang lebih banyak. Aku pun cukup nyaman dan betah tinggal di rumah baru ku. Tapi kebahagiaan ku membuat iri hati paman. Paman menjual rumahnya dengan beberapa alasan yang kurang masuk akal.
Ketika ibu telah tidak tinggal lagi bersama kami dan ibu pun memutuskan untuk kembali mencari uang dengan kembali menjadi TKW. Ada kesempatan besar buat paman dengan ketidakhadirannya ibu di rumah. Ketika paman telah resmi menjual rumahnya, paman beserta keluarganya kembali mengisi kamar kosong di rumah kami. Seandainya ibu masih ada di rumah mungkin hal ini tidak aka pernah terjadi. Tapi patut di sayangkan, ibu hanya tinggal 2 tahun bersama ku di Indonesia. Awalnya mereka hanya tinggal untuk sementara tapi sudah lebih dari 7 tahun mereka menepati rumah kami. Aku merasa muak pada mereka. Kebebasanku hilang dengan adanya mereka. Akupun sering menyarankan kepada nenek untuk menyuruh paman menyuruh paman membeli rumah karena yang aku tahu mereka pasti masih memiliki uang yang mereka dapat dari hasil menjual rumah. Tapi ucapan nenek pun tak pernah paman dengar, paman bersikeras untuk tetap tinggal di rumah kami.
Penderitaan ku kembali bertambah oleh sifat tamak dan serakah dari bibi ku, istri paman. Menurutku mereka adalah dua sejoli yang sangat cocok, karena sama-sama memiliki sifat yang merugikan orang lain. Bibi ku mulai menguasai hal-hal kecil dalam rumah, termasuk barang-barang elektronik yang dibeli oleh ibu. Bahkan ketika aku ingin menonton televisi saja aku harus bertamu ke rumah tetangga ku. Subhanallah. Dan yang lebih parah lagi, kami tidak makan pada satu meja makan yang sama. Kami dan mereka seperti hidup bertetangga tapi masih dalam satu atap. Seharusnya mereka sadar , bahwa mereka hanya menumpang di rumah kami, tapi mereka tak tahu malu.
Astagfirullahaladziem.....
Banyak hal yang aku dapat dari sifat keegoisan nenek, ketamakan dan keserakahan paman-bibiku. Aku jadi lebih tahu bahwa hidup hanya bisa dilalui dengan tenang dan bersabar. Karena aku tahu, Tuhan menyayangi hamba-hambanya yang bersabar.
Saat ini mungkin Tuhan sedang menguji hati ku dengan menjadikan rumah yang aku tempati sebagai neraka ku di dunia. Dan mudah-mudahan Tuhan membalasnya dengan memberikan ku istana yang megah di syurga yang tidak ditinggali oleh orang tamak dan serakah.
Alhamdulillahirabbilalamin..........
Sabtu, 01 Januari 2011
AKHIR TAHUN KELAM
Akan aku biarkan mereka mengagumi meriahnya terompet dan kembang api
Akan ku biarkan mereka menikmati lezatnya daging ayam panggang
Yang aku tahu dari mereka bukanlah yang aku mau
Aku bukanlah orang yang tepat untuk mereka
Mereka lebih dominan menyakiti
Mereka lebih cenderung melukai
Tapi aku hargai sikap mereka
Mereka adalah orang-orang yang sempurna
Mereka pun mampu untuk segalanya
Aku cukup peka, tapi mereka tak merasa
Malam ini....
Aku ingin mendekati keramaian
Aku ingin mencari kesenangan
Tapi murka yang sengaja datang
Apa mereka senang dengan kesusahanku?
Atau, mereka susah melihat kesenanganku?
Tidur,tidur,tidur!
hanya itu solusi tuk hindari akhir tahun kelam
Akan ku biarkan mereka menikmati lezatnya daging ayam panggang
Yang aku tahu dari mereka bukanlah yang aku mau
Aku bukanlah orang yang tepat untuk mereka
Mereka lebih dominan menyakiti
Mereka lebih cenderung melukai
Tapi aku hargai sikap mereka
Mereka adalah orang-orang yang sempurna
Mereka pun mampu untuk segalanya
Aku cukup peka, tapi mereka tak merasa
Malam ini....
Aku ingin mendekati keramaian
Aku ingin mencari kesenangan
Tapi murka yang sengaja datang
Apa mereka senang dengan kesusahanku?
Atau, mereka susah melihat kesenanganku?
Tidur,tidur,tidur!
hanya itu solusi tuk hindari akhir tahun kelam
KENCANA GEMILANG
Aku adalah pria yang bekerja di PT. KENCANA GEMILANG (MIYAKO), sebuah pabrik industri yang memproduksi kebutuhan rumah tangga. Aku bekerja di bagian Crusher Injection, sebuah bagian yang memproses produksi reject ke bentuk awal dan menjadikannya ke bahan semula. Banyak nama-nama bahan plastik yang telah aku tau. Dari warna, ciri, perbedaan dan fungsinya. Akupun jadi lebih tahu tentang proses pembuatan alat rumah tangga yang terutama dari bahan plastik.
Aku bersyukur dapat bekerja di KENCANA GEMILANG. Aku memulai kerja pada 11 januari 2008 dan berhenti pada Agustus 2008, yang mungkin jika dihitung-hitung kurang lebih 6 bulan aku bekerja untuk KENCANA GEMILANG. Awalnya aku tak berniat untuk bekerja di KENCANA GEMILANG, aku hanya mengikuti nasihat dari paman ku yang menyarankan aku untuk bekerja di KENCANA GEMILANG.
Selepas lulus sekolah, aku mengharapkan agar bisa bekerja di industri yang memproduksi sepatu olah raga yang terletak di dekat sekolah ku. Tapi siapa duga, akhirnya aku jadi karyawan kontrak untuk KENCANA GEMILANG.
Gaji pertama yang aku terima dari hasil keringatku adalah Rp. 343.300,- yang (mungkin) saat itu cukup untuk memenuhi kebutuhanku 2 minggu kedepan. Aku dapat menerima gaji pertamaku dengan ikhlas, karena aku tahu, 2 minggu kedepan gaji ku akan 2x lipat lebih besar dari gaji pertama, meski tubuhku hancur lebur oleh jadwal kerja yang tak pernah libur dan juga banyak menguras tenaga. Bayangkan saja, hari pertama aku aku masuk kerja yaitu jam 7 pagi hingga jam 7 malam. Setiap hari aku bekerja 12 jam terkecualipada hari Minggu, aku hanya bekerja 8 jam. Aku lebih banyak menghabiskan waktu ku untuk bekerja dari pada untuk sekedar santai dan beristirahat di rumah. Tiap hari aku terbangun dari alarm yang telah aku pasang. Ku buka mata pada jam 04.30 pagi. Meski masih terasa mengantuk tapi aku paksakan untuk beranjak dari tempat tidur dan bergegas menuju ke kamar mandi. Sehabis mandi aku membiasakan shalat Shubuh lalu menyantap hidangan yang telah nenek persiapkan untuk ku. Jam 05.15 aku pamit, dan memulai perjalanan menuju KENCANA GEMILANG. Dengan motor Jupiter Z ku, ku jalani tuntutan profesi. Terkadang, dalam perjalanan aku berfikir, betapa lelahnya mencari uang halal. Tapi itu semua ku jalani demi masa depanku.
Selang 1 bulan bekerja, aku merasa ada hal aneh yang terjadi pada tubuhku. Aku jadi lebih sering terkena flu dan demam. Mulanya aku tak terlalu menghiraukan penyakit itu, namun akhirnya ini berdampak buruk buatku. Bukan hanya flu yang aku rasa, tapi batuk pun jadi turut serta dan panas dingin suhu tubuh ku tak mau ketinggalan. Aku jatuh sakit, 1 minggu aku tak masuk kerja. Mungkin penyakit ku adalah pengaruh dari lingkungan di tempat kerja ku yang penuh dengan debu yang membuat kekebalan tubuh ku pun jadi kurang stabil. Meski dalam keadaan sakit, aku tetap saja mencemaskan nasibku di KENCANA GEMILANG untuk 6 bulan ke depan. Maklumlah, posisi ku saat itu adalah karyawan kontrak, jadi selalu saja merasa risau jika absen lebih dari 3 hari. Karena aturannya "karyawan kontrak bisa saja diberhentikan secara sepihak bila tidak masuk kerja lebih dari 3 hari".
Hmmmmm.......Aku cuma lelah!!!
Jarak tempuh dari rumahku ke KENCANA GEMILANG lumayam jauh, karena itulah aku jadi lebih sering lelah saat di perjalanan, di tambah lagi dengan waktu kerja ku yang begitu padat. Tapi aku tahu, inilah resiko dan konsekuensi pekerja.
Di dalam industri aku hanya bekerja sebagai handling. Tiap hari selama 12 jam aku menarik dan membawa bahan seberat lebih dari 300 kg ke bagian gudang dengan menggunakan troli besi. "Pegal, pegal, pegal" hanya itu yang bisa aku ucapkan. Terkadang aku mengeluh dan mencoba untuk pindah kelain industri, tapi aku begitu kasihan dengan nenek ku yang sudah terlalu tua. Karena beliau hanya mengandalkan aku dan uang gajiku untuk dapat bertahan hidup.
Sering kali aku sedih dengan keadaan ku yang seperti ini. "Aku bekerja tapi seperti disiksa", aku begitu sensitif pada apa yang terjadi dengan hidup ku dan sekitar ku. "Aku ingin punya waktu luang, aku ingin libur". Naluri masa muda ku selalu nenggoda ku.
Aku sering membolos kerja, bahkan aku pun sering menolak untuk kerja lembur pada hari Minggu. Karena hal itulah kabag berbalik memarahi ku. Dari keseringan aku dimarahi, aku pun jadi seorang pemberontak di Crusher. Saking parahnya, aku pernah berkelahi dengan kepala bagian. Perkelahian itu tidak akan terjadi bila pada hari gajian itu kepala bagian tidak terlalu pilih kasih padaku. Aku merasa bersalah, tapi aku pun harus menang dalam segala hal.
Mungkin KENCANA GEMILANG telah menyadarkan aku, bahwa hidup itu begitu keras untuk dijalani. Kontrak kerja ku pun tidak diperpanjang lagi. Ada 3 hal yang membuat aku di rumahkan:
1. Aku sering tidak masuk kerja tanpa keterangan
2. Aku sering menolak untuk lembur pada hari Minggu dan tanggal merah
3. Aku berkelahi dengan kepala bagian
Aku bersyukur dapat bekerja di KENCANA GEMILANG. Aku memulai kerja pada 11 januari 2008 dan berhenti pada Agustus 2008, yang mungkin jika dihitung-hitung kurang lebih 6 bulan aku bekerja untuk KENCANA GEMILANG. Awalnya aku tak berniat untuk bekerja di KENCANA GEMILANG, aku hanya mengikuti nasihat dari paman ku yang menyarankan aku untuk bekerja di KENCANA GEMILANG.
Selepas lulus sekolah, aku mengharapkan agar bisa bekerja di industri yang memproduksi sepatu olah raga yang terletak di dekat sekolah ku. Tapi siapa duga, akhirnya aku jadi karyawan kontrak untuk KENCANA GEMILANG.
Gaji pertama yang aku terima dari hasil keringatku adalah Rp. 343.300,- yang (mungkin) saat itu cukup untuk memenuhi kebutuhanku 2 minggu kedepan. Aku dapat menerima gaji pertamaku dengan ikhlas, karena aku tahu, 2 minggu kedepan gaji ku akan 2x lipat lebih besar dari gaji pertama, meski tubuhku hancur lebur oleh jadwal kerja yang tak pernah libur dan juga banyak menguras tenaga. Bayangkan saja, hari pertama aku aku masuk kerja yaitu jam 7 pagi hingga jam 7 malam. Setiap hari aku bekerja 12 jam terkecualipada hari Minggu, aku hanya bekerja 8 jam. Aku lebih banyak menghabiskan waktu ku untuk bekerja dari pada untuk sekedar santai dan beristirahat di rumah. Tiap hari aku terbangun dari alarm yang telah aku pasang. Ku buka mata pada jam 04.30 pagi. Meski masih terasa mengantuk tapi aku paksakan untuk beranjak dari tempat tidur dan bergegas menuju ke kamar mandi. Sehabis mandi aku membiasakan shalat Shubuh lalu menyantap hidangan yang telah nenek persiapkan untuk ku. Jam 05.15 aku pamit, dan memulai perjalanan menuju KENCANA GEMILANG. Dengan motor Jupiter Z ku, ku jalani tuntutan profesi. Terkadang, dalam perjalanan aku berfikir, betapa lelahnya mencari uang halal. Tapi itu semua ku jalani demi masa depanku.
Selang 1 bulan bekerja, aku merasa ada hal aneh yang terjadi pada tubuhku. Aku jadi lebih sering terkena flu dan demam. Mulanya aku tak terlalu menghiraukan penyakit itu, namun akhirnya ini berdampak buruk buatku. Bukan hanya flu yang aku rasa, tapi batuk pun jadi turut serta dan panas dingin suhu tubuh ku tak mau ketinggalan. Aku jatuh sakit, 1 minggu aku tak masuk kerja. Mungkin penyakit ku adalah pengaruh dari lingkungan di tempat kerja ku yang penuh dengan debu yang membuat kekebalan tubuh ku pun jadi kurang stabil. Meski dalam keadaan sakit, aku tetap saja mencemaskan nasibku di KENCANA GEMILANG untuk 6 bulan ke depan. Maklumlah, posisi ku saat itu adalah karyawan kontrak, jadi selalu saja merasa risau jika absen lebih dari 3 hari. Karena aturannya "karyawan kontrak bisa saja diberhentikan secara sepihak bila tidak masuk kerja lebih dari 3 hari".
Hmmmmm.......Aku cuma lelah!!!
Jarak tempuh dari rumahku ke KENCANA GEMILANG lumayam jauh, karena itulah aku jadi lebih sering lelah saat di perjalanan, di tambah lagi dengan waktu kerja ku yang begitu padat. Tapi aku tahu, inilah resiko dan konsekuensi pekerja.
Di dalam industri aku hanya bekerja sebagai handling. Tiap hari selama 12 jam aku menarik dan membawa bahan seberat lebih dari 300 kg ke bagian gudang dengan menggunakan troli besi. "Pegal, pegal, pegal" hanya itu yang bisa aku ucapkan. Terkadang aku mengeluh dan mencoba untuk pindah kelain industri, tapi aku begitu kasihan dengan nenek ku yang sudah terlalu tua. Karena beliau hanya mengandalkan aku dan uang gajiku untuk dapat bertahan hidup.
Sering kali aku sedih dengan keadaan ku yang seperti ini. "Aku bekerja tapi seperti disiksa", aku begitu sensitif pada apa yang terjadi dengan hidup ku dan sekitar ku. "Aku ingin punya waktu luang, aku ingin libur". Naluri masa muda ku selalu nenggoda ku.
Aku sering membolos kerja, bahkan aku pun sering menolak untuk kerja lembur pada hari Minggu. Karena hal itulah kabag berbalik memarahi ku. Dari keseringan aku dimarahi, aku pun jadi seorang pemberontak di Crusher. Saking parahnya, aku pernah berkelahi dengan kepala bagian. Perkelahian itu tidak akan terjadi bila pada hari gajian itu kepala bagian tidak terlalu pilih kasih padaku. Aku merasa bersalah, tapi aku pun harus menang dalam segala hal.
Mungkin KENCANA GEMILANG telah menyadarkan aku, bahwa hidup itu begitu keras untuk dijalani. Kontrak kerja ku pun tidak diperpanjang lagi. Ada 3 hal yang membuat aku di rumahkan:
1. Aku sering tidak masuk kerja tanpa keterangan
2. Aku sering menolak untuk lembur pada hari Minggu dan tanggal merah
3. Aku berkelahi dengan kepala bagian
Langganan:
Postingan (Atom)