Ini adalah dosa terbesarku, Dosa yang selalu menghantui aku dan hidupku sampai sekarang.
Semua berawal saat aku kenal dengan seseorang perempuan bernama Mawar, memang indah namanya, seindah hati dan kelakuannya. Aku kenal dengannya lewat facebook, salah satu jejaring sosial yang mengakrabkan kami. Mawar adalah sosok wanita yang rajin, ulet, dan aktif. Mawar kuliah di IAIN Bandung jurusan fakultas Biologi Sains. Mawar berteman dengan Azizah, dan Azizah adalah temanku sewaktu aku sekolah di MA Nurul Falah. Azizah adalah teman akrab dari mantan pacarku di sekolah. Jadi, Azizah begitu tau tentang hitam putihnya kelakuanku. Azizahpun sempat kaget saat dia tau bahwa aku dan Mawar telah saling kenal dan akrab.
Azizah sering menceritakan tentang pribadiku, sifatku dan kekonyolanku kepada Mawar. Aku dan Azizah sudah tidak saling bertemu semenjak lulus sekolah, dan Azizah pun sering menceritakan tentang Mawar kepadaku melalui Handphone. Dan karena Azizah, aku bisa lebih tau tentang pribadi Mawar yang santun.
Aku dan Mawar memiliki kesukaan dan hobby yang sama. Kami pun sering bertukar pikiran tentang hobby, keseharian, bahkan masalah hidup yang pernah kami alami. Tingkahnya yang ramah dan kehidupannya yang sederhana membuatku menaruh hati kepada Mawar. Hati dan perasaanku tidak bisa aku bohongi, bahwa aku jatuh cinta pada Mawar. Mungkin perasaan ini memang tak pantas karena aku sudah punya kekasih di Tangerang yang sudah lebih dari 3 tahun aku menjalin hubungan. Namanya Nazwa.
Manusia memang serakah, hatiku pun telah jatuh cinta pada Mawar. Aku pun tak peduli meski jarak Tangerang-Bandung lumayan jauh, tapi kekuatan cinta ini selalu mendekatkan kami. Dan aku pun tak peduli dengan kekasih ku yang ada di Tangerang. Aku diam-diam selingkuh dari Nazwa, dan aku pun membohongi Mawar dengan mengaku bahwa aku belum punya kekasih.
Dasar Playboy,,,,!!!
Aku dan Mawar tak pernah hilang komunikasi, Mawar adalah sosok wanita yang religius dan perhatian. Setiap tiba waktu shalat, Mawar tak pernah enggan untuk mengingatkanku dan menyuruhku untuk lekas shalat. Mawar begitu tau tentang aku yang jarang shalat. Mawar pun selalu menyuruhku untuk lekas makan bila tiba waktu makan. Betapa bodohnya aku yang terus membohongi seseorang yang dengan ikhlas pengertian kepadaku.
Saat aku kangen Mawar, aku tak ragu untuk menelponnya, meski tarif interlokal lumayan mahal tapi itu tak jadi masalah untukku. Tiap kami berbincang di telepon, Mawar tak pernah henti menyuruhku untuk berkunjung ke Bandung. Aku memang sudah terlanjur janji bahwa aku akan datang ke Bandung suatu hari nanti. Jadi wajar bila Mawar menagih janjinya kepadaku.
Dalam hati aku ingin ke Bandung, tapi aku tak punya waktu dan banyak uang. Maklumlah, saat itu aku hanya bekerja sebagai karyawan kontrak di PT. Strong Indonesia, sebuah perusahaan industri di kawasan Tangerang Utara. Gaji yang ku dapat hanya Rp. 400.000,- per 2 pekan. Jadi belum cukup untuk ongkos pulang-pergi ke Bandung, karena aku juga harus membagi menyisakan uang itu untuk jangka 2 minggu kedepan. Penghasilanku memang kecil, tapi aku selalu semangat untuk bekerja. Karena ada seseorang yang selalu menyemangatiku, yaitu Mawar bukanlah Nazwa.
Suatu hari Mawar menitipkan sebuah buku pada Azizah yang hendak pulang ke Tangerang. Mawar menyuruhku untuk mengambil buku itu dari Azizah. Dan Mawar pun menyarankan aku untuk membacanya setiap aku merasa sedih dan sepi. Aku ambil buku itu dari Azizah ketika telah sampai di rumahnya. Azizah pun menceritakan kembali tentang Mawar yang mengalami perubahan drastis. "Mawar dulu jarang bangun pagi, telat ke kampus dan jarang mandi pagi waktu kuliah tapi sekarang lebih sering bangun pagi dan datang lebih awal serta membiasakan mandi sebelum pergi ke kampus" ucap Azizah. Memang terdengar lucu dari apa yang diucapkan Azizah, tapi aku sependapat dan percaya dengan apa yang diucapkannya. Karena yang aku tau, Mawar selalu telat ke kampus. Bukan karena sengaja Mawar telat ke kampus, tapi kebiasaannya tidur lagi setelah shalat Shubuh. Jadi, Mawar sering kesiangan, telat dan jarang mandi. Tapi hal itu tak menyurutkan rasa cintaku pada Mawar, karena aku bisa menerima Mawar apa adanya, begitupun Mawar terhadapku.
Selepasnya aku pulang dari rumah Azizah dan telah berada di rumahku, aku segera membaca buku yang Mawar titipkan melalui Azizah. Buku itu berjudul "Chiken Soup For The Unsinkable Soul", sebuah buku yang isinya mengajarkan aku untuk bertahan hidup, tetap semangat, sabar, dan dapat menerima keadaan. Dalam buku itu terselip 2 lembar puisi bertinta hijau yang mungkin memang Mawar tuliskan untukku. Aku tersentuh membacanya! ada pesan yang dapat aku ambil dari itu. Aku menyimpulkan bahwa Mawar menunggu buku yang Mawar titipkan untuk kenbali bersama orang yang dicintainya. Kesimpulan itu telah menegurku. Aku tak percaya, ternyata Mawar menunggu aku datang ke Bandung.
Terkadang aku berfikir untuk menyudahi kebohongan ini. Aku terus membohongi Mawar, aku tak tega bila trus begini. Aku kalah oleh kejujurannya, keikhlasannya dan kesederhanaannya. Aku merasa aku sudah terlalu parah membohonginya dengan mengaku bahwa aku masih sendiri dan belum mempunyai kekasih. Padahal Nazwa begitu mencintaiku saat itu. Tapi aku masih cinta serta sayang kepada Mawar. Suatu hari aku jujur dan menceritakan tentang hubunganku dengan Nazwa, dan aku pun meminta maaf karena telah membohonginya. Selang beberapa hari Mawar tak bisa menerima aku lagi. Mungkin Mawar tak bisa memaafkan aku. Tapi aku yakin, bahwa Mawar memaafkan aku. Karena yang aku tau Mawar adalah wanita pemaaf. Mawar sudah tak bisa menerimaku meski sebagai teman biasa. Mawar sudah tak pernah lagi membalas SMS-ku, menjawab telepon dariku, berkomentar di wall facebook-ku bahkan sudah me-remove ku dari pertemana di facebook.
Kini buku itu masih ada padaku. Dan aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan mengembalikan buku yang Mawar titipkan. Serta meminta maaf untuk yang terakhir kalinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar