Liga Champions, sesuai dengan namanya, adalah arena para juara. Meskipun
nantinya Leicester City jadi juara Liga Inggris, apakah Liga Champions
juga habitat yang cocok untuk mereka?
Setahun yang lalu,
tampaknya tak seorang pun di muka bumi yang berpikir akan ada wakil baru
Inggris di Liga Champions. Saat bicara Liga Champions, yang terpikirkan
adalah nama Manchester United, Manchester City, Chelsea, dan Arsenal.
Tim lain yang diperkirakan bisa menembus empat besar paling cuma
Liverpool dan Tottenham Hotspur, yang memang sudah punya pengalaman di
Liga Champions.
Kenapa Leicester? Kenapa bukan Stoke City saja,
yang terlihat lebih menjanjikan karena memborong pemain-pemain tenar di
awal musim? Atau Southampton, yang tampil mengesankan di bawah arahan
Ronald Koeman?
Tapi, faktanya wakil baru Inggris di Liga
Champions itu adalah Leicester. Iya, Leicester yang setahun lalu masih
pusing menyelamatkan diri dari jeratan degradasi. Leicester yang musim
lalu lama menjadi juru kunci Premier League. Leicester yang sebelumnya
punya habitat di papan bawah bersama tim-tim medioker lainnya macam
Norwich City, Sunderland, dan Bournemouth.
Kehadiran Claudio
Ranieri rupanya mengubah segalanya. Meski banyak diremehkan ketika
ditunjuk sebagai pengganti Nigel Pearson, pria Italia itu tiba-tiba
menjadi seperti tukang sihir yang mengobrak-abrik peta kekuatan tim-tim
di Premier League.
Ranieri sebenarnya diberi tugas yang
sederhana oleh bos Leicester, Vichai Srivaddhanaprabha. Dia hanya harus
memastikan timnya tidak kehilangan status sebagai penghuni Premier
League. Artinya, asalkan Leicester tidak terdegradasi, posisi Ranieri di
kursi manajer masih relatif aman.
"Saya ingat pertemuan pertama
dengan chairman ketika saya tiba di Leicester City. Dia duduk bersama
saya dan berkata, 'Claudio, ini adalah musim yang amat penting untuk
klub. Sangat penting bagi kita untuk bertahan di Premier League. Kita
harus tetap aman'. Jawaban saya adalah 'Oke, tentu saja. Kita akan
bekerja keras di tempat latihan dan berusaha untuk mencapainya'," kata
Ranieri beberapa waktu lalu.
Dalam penafsiran Ranieri, bertahan
di Premier League berarti meraih minimal 40 poin dalam semusim. Dengan
jumlah poin tersebut, Leicester harusnya aman dari degradasi.
Akan
tetapi, Ranieri dan Leicester rupanya "kebablasan". Setelah target 40
poin tercapai, mereka tak berhenti mengumpulkan angka. Mereka kini telah
memastikan satu tempat di fase grup Liga Champions musim depan.
Di arena Liga Champions musim depan, Leicester memang tim pendatang baru. Namun, The Foxes sebenarnya
punya pengalaman tampil di kompetisi antarklub Eropa meski tak banyak.
Leicester ambil bagian di Piala Winners 1961/1962, Piala UEFA 1997/1998,
dan Piala UEFA 2000/2001. Tak ada yang bisa dibanggakan dari
keikutsertaan Leicester dalam tiga kesempatan tersebut karena mereka tak
bisa melewati babak pertama.
Liga Champions adalah sesuatu yang
berbeda. Yang tampil di dalamnya adalah tim-tim terbaik dari seluruh
penjuru Benua Biru. Apakah Leicester pantas berada di sana? Tentu saja
pantas karena mereka telah bekerja sangat keras demi mencapai posisi
mereka sekarang. Namun, apakah Leicester akan menjadikan Liga Champions
sebagai habitat baru mereka atau mereka ternyata sekadar numpang lewat,
itu persoalan lain.
Pada 25 Agustus 2016 mendatang, Leicester
akan mengetahui tim-tim mana yang akan menjadi lawan mereka di fase grup
Liga Champions. Pada tanggal tersebut, undian fase grup akan dilakukan
di Monako. Sebagaimana di babak-babak lainnya, hasil undian di fase grup
juga akan sangat memengaruhi pencapaian sebuah tim. Kalau hasil undian
menguntungkan, Leicester bisa saja bermimpi untuk melaju ke babak knockout. Namun, kalau sedang apes, mereka mungkin saja terjebak di grup neraka.
Bicara
soal undian fase grup tentu tak bisa dilepaskan dari pertanyaan "masuk
pot mana?". Pertanyaan tersebut akan terjawab dalam beberapa pekan ke
depan. Jika Leicester jadi juara Premier League, mereka akan masuk Pot
1. Pot 1 berisi tim-tim juara dari tujuh liga teratas Eropa plus tim
juara Liga Champions musim ini.
Jika Leicester tidak juara dan
finis di posisi kedua atau ketiga, maka nasib mereka akan ditentukan
oleh ranking koefisien UEFA klub-klub peserta fase grup musim depan.
Koefisien ini akan bergantung pada pencapaian masing-masing klub di
kompetisi Eropa dalam lima musim terakhir. Karena Leicester absen di
kompetisi Eropa dalam lima musim terakhir, mereka hampir pasti masuk Pot
4.
Masuk Pot 1 tak jadi jaminan Leicester masuk grup ringan. Sebaliknya, masuk Pot 4 juga tidak berarti akhir dunia bagi mereka.
Jika
mengacu pada pembagian pot musim ini, dengan masuk Pot 1 Leicester bisa
saja satu grup dengan tim-tim seperti Porto, Olympiakos, dan Maccabi
Tel Aviv. Namun, mereka bisa juga langsung bertemu Real Madrid, AS Roma,
dan Wolfsburg.
Sementara jika masuk Pot 4, Leicester mungkin
saja masuk grup berat yang berisi Bayern Munich, Real Madrid, dan Roma.
Tapi, tidak menutup kemungkinan mereka mendapat grup yang lebih ringan
dengan bertemu Zenit Saint Petersburg, Porto, dan Olympiakos.
Skenario-skenario itu juga akan berlaku pada musim depan. Semuanya akan bergantung pada seberapa beruntung Leicester dalam drawing.
Leicester sebenarnya tak perlu berkecil hati dengan status mereka
sebagai tim debutan di Liga Champions. Ada beberapa tim debutan yang
sukses membuat kejutan kok. Musim ini, Gent dan Wolfsburg berhasil
menembus babak knockout. Sementara APOEL di luar dugaan lolos
ke perempatfinal pada 2011/2012. Tapi, belum ada yang mengalahkan
sensasi Villarreal-nya Manuel Pellegrini, yang maju sampai semifinal
pada 2005/2006.
Lagipula, Leicester punya seorang manajer yang
punya pengalaman di level Eropa dalam diri Ranieri. Ranieri pernah
mengantarkan Chelsea ke semifinal Liga Champions pada 2003/2004. Saat
bekerja di Valencia, Ranieri juga meraih trofi Piala Intertoto dan Piala
Super Eropa. Jadi, fans Leicester harusnya tak perlu terlalu khawatir
tentang nasib tim kesayangan mereka di kompetisi paling elite di Eropa
pada musim depan.
Yang patut dinantikan adalah bagaimana kinerja
Leicester di bursa transfer musim panas ini. Dengan lolos ke Liga
Champions, mereka butuh kedalaman skuat yang jauh lebih baik, sesuatu
yang belum dimiliki oleh Leicester pada musim ini. Mereka harus merekrut
pemain-pemain baru untuk memperkuat tim. Dengan jadwal pertandingan
yang makin padat dan kemungkinan laga tandang ke berbagai penjuru Eropa,
Ranieri akan lebih sering melakukan rotasi.
Selain itu, penting
bagi Leicester untuk mempertahankan pemain-pemain pilar mereka. Jamie
Vardy, Riyad Mahrez, N'Golo Kante, Danny Drinkwater, bahkan Wes Morgan
dan Christian Fuchs harus diamankan dari godaan tim-tim besar. Hal ini
bukanlah pekerjaan mudah untuk klub seperti Leicester.
Mulai musim depan, suporter Leicester akan merasakan atmosfer yang
berbeda di King Power Stadium. Mereka untuk pertama kalinya akan
mendengarkan anthem Liga Champions diputar di stadion kebanggaan mereka.
Dan untuk pertama kalinya juga, bintang-bintang top dunia semacam
Cristiano Ronaldo atau Lionel Messi mungkin saja menginjakkan kakinya di
sana.
"Anda membayangkan datang untuk melihat Barcelona. Fans
kami untuk pertama kalinya akan menonton pemain-pemain Barcelona. Messi,
Neymar. Luar biasa," kata Ranieri soal ini.
Jika bisa berbicara
banyak di Liga Champions musim depan dan secara konsisten lolos ke
kompetisi tersebut tiap musimnya, Leicester mungkin sudah menemukan
habitat baru mereka, yaitu di kompetisi elite Eropa. Akan tetapi, jika
prestasi mereka musim ini ternyata hanya sebuah sensasi semusim,
Leicester tampaknya harus membuatkan patung untuk Ranieri agar
pencapaian langka ini bisa dikenang sepanjang masa.
Leicester
akan ambil bagian dalam International Champions Cup pada musim panas
ini. Meski bukan kompetisi resmi, ajang ini sedikit banyak penting untuk
mengukur kesiapan mereka sebelum terjun ke Liga Champions. Ajang ini
bisa menjadi semacam pre-test sebelum mereka tampil di arena yang sesungguhnya.
Tiga
lawan sudah menunggu di ajang tersebut. Celtic di Glasgow, Paris
Saint-Germain di Los Angeles, dan yang terakhir Barcelona di Stockholm.
Menarik, bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar